Sunday, October 12, 2008

LAPORAN TIA DAN STROKE

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tubuh bukan semata-mata “kantung saraf”, melainkan benar-benar berisi ribuan kilometer benang berwarna pucat dan licin berkilat. Saraf membawa denyut elektris kecil yang dikenal sebagai sinyal-sinyal saraf atau pesan neuron. Sinyal tersebut membentuk jaringan yang mengirim informasi yang luas yang mencapai setiap bagian, hampir seperti internet yang ada di dalam tubuh. Setiap saraf merupakan berkas yang terdiri atas bagian-bagian saraf yang jauh lebih tipis yang disebut serat-serat saraf. Seperti kawat-kawat pada kabel telepon, serat ini membawa sendiri sinyal saraf bermuatan listrik yang sangat kecil. Sebuah sinyal saraf umumnya mempunyai kekuatan 0,1 Volt (seperlima belas kekuatan sebuah baterai senter). Sinyal saraf yang paling lambat berjalan kira-kira setengah meter per detik, sedangkan yang paling cepat berjalan di atas 100 meter per detik. Semua sinyal saraf serupa, tetapi ada dua jenis utama, tergantung pada tujuan sinyal tersebut. Sinyal saraf sensorik berjalan dari reseptor yang ada di permukaan tubuh (misalnya mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit) ke system saraf pusat. Dan sinyal saraf motorik berjalan dari otak ataupun sususnan saraf pusat lainnya menuju ke otot-otot dan kelenjar sebagai efektornya.
Otak mempunyai ukuran sebesar dua kepalan tangan yang letaknya berdampingan. Otak merupakan tempat berpikir, belajar, memecahkan masalah, mengingat, merasa senang dan sedih, merasa heran, merasa khawatir, munculnya gagasan-gagasan, tidur, dan bahkan bermimpi. Otak terlihat seperti gumpalan jeli yang berkerut-kerut berwarna abu-abu sampai dengan merah muda. Berat rata-rata otak adalah sekitar 1,4 kilogram. Otak tidak bergerak, tetapi aktivitas sarafnya yang menakjubkan menghabiskan seperlima dari semua energi yang dibutuhkan tubuh. Bagian utama otak adalah bagian atasnya yang menonjol dan berkerut, yaitu serebrum (otak besar). Berbagai daerah pada permukannya (cortex cerebri) berkaitan dengan sinyal saraf ked an dari berbagai bagian tubuh. Misalnya, pesan-pesan dari mata disampaikan ke lobus occipitalis (bagian belakang/posterior otak agak inferior), yang merupakan pusat visual. Pesan-pesan tersebut dipisahkan di bagian ini ketika sel-sel otak menetukan apa yang sedang dilihat oleh mata. Ada juga bagian-bagian untuk menyentuh, mendengar, mengecap, dan proses-proses tubuh lainnya.
Serebelum (otak kecil) adalah bagian yang berkerut dan bundar di bagian belakang otak. Bagian ini mengolah pesan-pesan dari pusat motor, memisah-misahkan dan mengaturnya dengan sangat rinci, untuk dikirimkan ke ratusan otot tubuh. Dengan inilah kita belajar gerakan yang terlatih dan seksama seperti menulis, bermain papan luncur, atau bermain musik, dan hamper tanpa berpikir.
Batak otak (truncus cerebri) merupakan bagian otak sebelah bawah, tempat bertemu dengan saraf utama tubuh/saraf pusat tubuh yang lain, yaitu sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Batang otak mengontrol proses-proses dasar yang penting bagi kehidupan, seperti bernapas, denyut jantung, mencerna makanan, dan membuang kotoran.
Otak benar-benar mempunyai “gelombang otak”. Setiap detik otak menerima, memisah-misahkan, dan mengirim jutaan sinyal saraf. Bantalan khusus yang ditempelkan pada kepala bisa mendeteksi denyut elektris yang sangat kecil ini. Denyut ini ditampilkan pada sebuah layar atau carikan kertas dengan bentuk garis-garis bergelombang, yang disebut electro-encephalogram.
Dari skenario 1 Blok Neurologi, ada beberapa masalah penting, yaitu :
Ø Riwayat Penyakit Sekarang, berupa:
- Pasien laki-laki, usia 48 tahun diantar ke Rumah Sakit untuk memeriksakan keadaanya.
- Diceritakan oleh istrinya bahwa tadi pagi pasien tiba-tiba jatuh setelah bangun tidur (kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit), kemudian anggota gerak sebelah kanan terasa kesemutan, tidak bisa digerakkan, dan berbicara pelo.
- Tidak ada riwayat nyeri kepala, penurunan kesadaran, maupun muntah.
Ø Riwayat Penyakit Dahulu, berupa:
- Sebelum masuk Rumah Sakit ini tadi, 2 hari yang lalu, pasien tiba-tiba sulit bicara dan kemudian bisa sembuh sendiri tanpa pertolongan dokter.
- Sebelumnya, memang pasien sudah pernah mengalami hal serupa yang diderita sekitar 1 tahun yang lalu, dan mondok di Rumah Sakit selama 1 minggu. Setelah mondok, pasien sering lupa terhadap nama anaknya dan sering berulang-ulang menanyakan hal yang sama (padahal pertanyaan tersebut sudah dijawab).
- Dan sudah sekitar 4 tahun ini penderita teratur kontrol di Puskesmas dan diberi obat untuk tekanan darah tinggi.
Ø Keterangan Penunjang, berupa:
- Penderita memiliki kebiasaan buruk, berupa merokok, suka makan makanan berlemak, dan kurang berolahraga.
- Penderita telah disarankan untuk berhenti merokok, tetapi saran tersebut tidak pernah diindahkannya.
- Dan sekarang penderita disarankan rawat inap serta pasien mempertanyakan keadaannya apakah dirinya bisa sembuh kembali.
B. Rumusan Masalah
Dari masalah-masalah yang ada pada skenario di atas, dan hal-hal yang akan dibahas, antara lain :
a. TIA (Transcient Ischemic Attack)
b.Stroke
C. Tujuan Penulisan
Ø Mengetahui hal yang aneh dalam pemeriksaan fisik dan keterangan-keterangan mengenai pasien tersebut.
Ø Mengetahui gejala-gejalanya lebih lanjut dan penatalaksanaannya.
Ø Pentingnya masalah tersebut untuk dibahas adalah agar kita lebih bisa menambah pengetahuan kita tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem kerja saraf dan penyelesaiaannya dalam masyarakat.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan anatomi, fisiologi, dan histologi dari sistem saraf pusat dan tepi serta sistem saraf kranial.
b. Menjelaskan klasifikasi, kausa, patoenesis, patofisiologi dari kelainan pada sistem saraf pusat dan tepi.
c. Menjelaskan dasar-dasar diagnosis kelainan sistem saraf pusat dan tepi.
d. Menjeaskan macam-macam cara disgnosis kelainan sistem saraf pusat dan tepi.
e. Menjelaskan penatalaksanaan, prognosis, dan rehabilitasi pada penderita kelainan sistem saraf pusat dan tepi.
f. Melakukan pemeriksaan sistem saraf pusat dan tepi.
g. Menyususn data dari symptom, pemeriksaan fisik, prosedur klinis, dan pemeriksaan laboratorium untuk mengambil kesimpulan suatu diagnosis penyakit susunan saraf.
h. Merancang tindakan preventif penyakit susunan saraf dengan mempertimbangkan factor pencetus.
i. Menjelaskan cara pencegahan komplikasi penyakit susunan saraf.
j. Melakukan penyuluhan kesehatan tentang penyakit susunan saraf dalam rangka upaya preventif dan promotif.
k. Menggunakan teknologi informasi untuk mencari informasi terkini mengenai penyaki susunan saraf.
l. Merancang manajemen penyakit susunan saraf.

2. TINJAUAN PUSTAKA
A. TIA (Transcient Ischemic Attact)
Adalah bentuk dari serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. Serangan-serangan ini dapat menimbulkan beragam gejala, bergantung pada lokasi jaringan otak yang terkena, dan disebabkan oleh gangguan vaskular yang sama dengan yang menyebabkan stroke. TIA adalah hal yang penting karena merupakan peringatan dini akan kemungkinan infark serebrum di masa mendatang. Terdapat juga RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) adalah TIA dengan tanda-tanda yang berlangsung lebih dari 24 jam. Biasanya disebabkan oleh stenosis aterosklerotik sebuah arteria karotis. (Burns, 2007)
Ada tanda dan gejala yang timbul yang khas menunjukkan adanya TIA. Meredup atau hilangnya penglihatan secara transien di satu mata (amaurosis fugaks) disebabkan oleh terhentinya aliran darah melalui A. ophtalmica (cabang dari A. carotis interna) yang memvaskularisasi arteri-arteri retina. Adanya stenosis karotis yang disebabkan oleh plak aterosklerotik, mikroembolus dari plak aterosklerotik, atau menurunnya curah jantung dapat menyebabkan kurang adekuatnya perfusi ke otak sehingga menimbulkan gejala tersebut. Ada juga tanda yang paling utama, yaitu apabila TIA sudah mengenai sistem vertebrobasilar, maka nantinya akan terjadi kelemahan bilateral, gangguan penglihatan, pusing bergoyang, dan sering jatuh mendadak. Serangan-serangan mungkin memberikan gambaran yang sama, atau secara terinci cukup bervariasi, walaupun pola dasarnya tetap sama. Semakin sering frekuensi TIA, semakin besar probabilitas terjadinya stroke di kemudian hari. (Hartwig, 2007)
Ada juga suatu bentuk TIA yang merupakan bentuk klasik dari obstruksi di arteri ekstrakranium yang mengganggu aliran darah melalui sistem A. vertebrobasilaris. Apabila arteria subklavia tersumbat dekat pangkalnya, aliran darah ke A. vertebralis dapat terbalik sehingga darah mengalir menjauhi A. basilaris dan Circulus Arteriosus Willisi untuk memvaskularisasi daerah lengan dengan mengorbankan vaskularisasi otak. Tempat tersering obstruksi (biasanya disebabkan oleh aterosklerosis) adalah di A. subclavia sinistra, dekat pangkal A. vertebralis sinistra. Saat lengan kiri beraktivitas, darah dialihkan dari A. vertebralis dextra ke A. vertebralis sinistra tempat arah aliran retrograd sehingga terjadi iskemia seebrum. (Hartwig, 2007)
B. Stroke
Stroke atau penyakit serebrovaskular adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke digunakan sebagai istilah spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. (Hartwig, 2007)
Gangguan pasokan aliran darah ke otak bias terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk Circulus Arteriosus Willisi (A. carotis interna dan A. vertebrobasilar beserta cabang-cabangnya). Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit, akan mengakibatkan terjadinya infark atau kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin bisa merupakan salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memvasklarisasi otak. Patologinya, bisa berupa keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri (misalnya pada aterosklerosis dan thrombosis, robeknya diniding pembuluh darah, atau peradangan), berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah (misalnya pada syok, hiperviskositas darah), gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium, dan yang terakhir adanya rupture vaskular di dalam jaringan otak atau pada spatium subarachnoidea. (Hartwig, 2007)
Stroke iskemik (sekitar 80%-85% terjadi dalam kasus stroke), disebabkan oleh adanya obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi bisa disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer, termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung struktural. Sumbatan aliran darah di A. carotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Ada banyak subtipe stroke iskemik, antara lain stroke lakunar, stroke trombotik pembuluh besar, stroke embolik, dan stroke kriptogenik. (Hartwig, 2007)
Stroke lakunar, adanya infark lakunar yang terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang arteri penetrans Circulus Arteriosus Willisi, A. cerebri media, atau A. vertebralis dan A. basilaris. (Hartwig, 2007)
Stroke trombotik pembuluh besar, merupakan thrombosis pembuluh besar dengan aliran lambat. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di A. carotis interna atau, yang lebih jarang, di pangkal A. cerebri media atau di taut A. vertebralis dan A. basilaris. Penderita dengan stroke ini tampak gagap, dengan gejala hilang timbul berganti-ganti secara cepat. Para pasien ini mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar sebelum akhirnya mengalami stroke. Pelannya aliran arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. (Hartwig, 2007)
Stroke embolik, diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya, stroke A. vertebralis) atau asal embolus. Sumber tersering terjadinya stroke ini adalah trombus mural jantung (misalnya infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik). Penyebab tersering yang kedua adalah tromboemboli yang berasal dari arteri, terutama plak ateromatosa di A. carotis. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Biasanya stroke akibat embolus ini berupa stroke kardioembolik. (Hartwig, 2007)
Stroke kriptogenik, merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas. Disebut kriptogenik karena sumernya tersembunyi, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinik yang ekstensif. (Hartwig, 2007)
Stroke hemoragik, adalah suatu bentuk stroke yang disebabkan oleh adanya perdarahan intracranial. Hal ini bisa diakibatkan oleh adanya lesi vaskular anatomik, hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian antikoagulan yang terlalu agresif (terutama pada pasien usia lanjut, dan pemakaian amfetamin dan kokain intranasal. Subtipe dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perdarahan intraserebrum (parenkimatosa) hpertensif dan perdarahan subaraknoid. (Hartwig, 2007)
Perdarahan intraserebrum (parenkimatosa hipertensif), perdarahan ini paling sering disebabkan oleh adanya cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Jika perdarahan terjadi pada pasien nonhipertensi, perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengetahui kausa lain seperti gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan erosi. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini. Hal ini menyebabkan perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Infark serebrum setelah embolus di arteri otak mungkin terjadi sebagai akibat dari perdarahan bukan sumbatan oleh embolus itu sendiri. Alasannya adalah bahwa, apabila embolus lenyap atau dibersihkan dari arteri, dinding pembuluh darah setelah tempat oklusi mengalami perlemahan selama beberapa hari pertama setelah oklusi. Dengan demikian, selama waktu ini bisa terjadi kebocoran atau perdarahan dari dinding pembuluh darah yang melemah ini. Karena itu, hipertensi perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada minggu-minggu pertama setelah stroke embolik. (Hartwig, 2007)
Perdarahan subaraknoid, ada 2 kasus utama, yaitu ruptur aneurisma vaskular dan trauma kepala. Angka kematian pada perdarahan ini bisa sangat tinggi karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen bisa berlangsung cepat. Penyulit-penyulit utama dari kasus stroke akibat perdarahan subaraknoid ada 4 macam, yaitu vasospasme reaktif disertai infark, ruptur ulang, hiponatremia, dan hidrosefalus. (Hartwig, 2007)
Gejala dan tanda dari stroke bisa muncul beragam. Tanda utamanya adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal. Defisit bisa mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif atau menetap. Gambaran stroke selanjutnya adalah aktivitas kejang. Gejala umum berupa lemas mendadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas. (Hartwig, 2007)

3. DISKUSI DAN BAHASAN
Dalam skenario terdapat beberapa masalah yang perlu dibahas dalam bagian ini.
Keadaan sulit bicara dalam skenario tersebut diakibatkan adanya kerusakan atau lesi pada n. hypoglossus. Lesi ini sering terletak di bagian perifer sehingga atrofi otot-otot lidah cepat terjadi. Garis tengahnya menjadi cekung dan belahan lidah yang lumpuh menjadi tipis dan keriput sehingga menjadi pelo. Penyebab dari pelo ini bisa bermacam-macam. Bisa kelumpuhan UMN (upper motor neuron) unilateral, kelumpuhan UMN bilateral, dan adanya hemiparesis serta kelumpuhan unilateral LMN (lower motor neuron). Jika terjadi kelumpuhan UMN unilateral, lidah akan menyimpang ke sisi yang lumpuh saat lidah dikeluakan. Pelo juga bisa terjadi akibat hemiparesis tetapi gangguan artikulasi lidah bisa hilang. Namun jika terjadi kelumpuhan unilateral pada LMN, pelo tidak bisa sembuh sendiri dan penderita akan tetap pelo.
Dalam hal ini, kemampuan fungsi bicara (disartria) juga disebabkan oleh kerusakan serebelum. Kemampuan manusia untuk merencanakan dan mengadakan pola gerakan yang berurutan, terutama dalam hal bicara, diatur oleh fungsi dari bagian serebroserebelum yang merupakan zona lateral kedua hemispherium cerebelli manusia. Jika terdapat kerusakan pada bagian lateral hemispherium cerebelli sepanjang nuklei dalam, nukleus dentatus, bisa terjadi inkoordinasi yang ekstrim dari gerakan-gerakan yang kompleks yang bertujuan untuk mempengaruhi alat bicara. Bagaimana mekanisme hal tersebut, sukar dimengerti karena kurangnya hubungan langsung antara bagian serebelum ini (serebroserebelum) dengan korteks motorik primer pada korteks serebri. Bagian serebelum ini memiliki 2 fungsi penting, yaitu perencanaan gerakan yang beruntun dan fungsi pengaturan waktu untuk berpindah dari suatu gerakan ke gerakan berikutnya. Dalam hal perencanaan gerakan yang beruntun, terdapat hubungan antara zona lateral hemispherium cerebelli dengan bagian premotorik dan bagian sensorik korteks serebri. Terdapatnya hubungan timbal balik atau 2 jalur antara daerah korteks serebri dengan daerah di ganglia basalis juga ikut mempengaruhi kemampuan bicara. Rencana gerakan beruntun dimulai dari rencana yang disalurkan dari area sensorik dan area premotorik korteks serebri ke zona lateral hemispherium cerebelli, selama perjalanan rencana-rencana tersebut akan ada sinyal motorik yang sesuai yang berguna untuk menyediakan transisi yang sesuai dari gerakan pertama ke gerakan berikutnya.
Lokasi dalam berbicara dan berartikulasi dipengaruhi oleh gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Regio fasial, regio laringeal korteks motorik akan mengaktifkan otot-otot ini, sedangkan serebelum, ganglia basalis dan korteks sensorik semuanya membantu dalam pengaturan urutan dan intensitas kontraksi otot.
Pada keadaan disartria, terdapat gangguan gerakan maju saat bicara, karena pembentukan kata-kata bergantung pada kecepatan dan urutan rangkaian gerakan otot pada laring, mulut, dan sistem pernafasan. Gangguan koordinasi di antara gerakan otot ini dan ketidak mampuan untuk selanjutnya menyesuaikan intensitas suara atau lamanya setiap rentetan suara, akan berakibat pada vokalisasi yang campur aduk, dengan beberapa pengucapan penggalan kata secara keras, beberapa pengucapannya secara lemah, kemudian seperti tertahan dalam waktu lama, beberapa tertahan dalam waktu singkat, dan bahkan suara-suara yang keluar kadang tidak bisa dipahami.
Pada keadaan TIA, kesulitan berbicara bisa sembuh sendiri. Hal ini karena smbatan berupa emboli dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejala-gejala, seperti sulit berbicara, tiba-tiba bisa sembuh sendiri. Namun, apabila fragmen embolus kemudian tersangkut di sebelah hilir dan nantinya akan menimbulkan gejala fokal.
Adanya kesemutan setelah jatuh mendadak merupakan masalah penting untuk dibahas dalam bagian ini. Kesemutan atau yang disebut juga sebagai parestesia berarti perasaan yang timbul secara spontan, tanpa ada perangsangan. Di dalam skenario terdapat ksemutan di ekstremitas kanan, hal ini disebut hemihipestesia atau hipestesia sesisi. Hal ini terjadi karena korteks sensorik primer tidak menerima impuls sensorik dari belahan tubuh kontralateral. Infark yang menduduki seluruh crus posterior capsula interna sesisi, mengakibatkan hemiplegia kontralateral yang disertai hemihipestesia kontralateral juga. Infark tersebut terjadi karena penyumbatan A. lenticulostriata. Bila yang tersumbat cabang kecil dari kelompok A. lenticulostriata saja maka mungkin bagian di ujung belakang crus posterior capsula interna saja yang infark. Dalam hal tersebut hanya terjadi hemihipestesia kontralateral, tanpa hemiplegia.
Adanya kelumpuhan sesisi (hemiparalisis/hemiplegia/hemiparesis) pada sisi kanan mengarah pada adanya kerusakan hemispherium sisi kiri. Hal ini kerena memang salah satu ciri otak dalam pengendalian sensorik dan motorik, yaitu bahwa setiap hemispherium cerebri terutama mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral.
Bagaimana jatuh mendadak bisa terjadi akan dijelaskan sebagai berikut. Jatuh mendadak bisa disebabkan oleh kemungkinan gangguan penglihatan sehingga pasien tidak jelas dalam penglihatannya saat berjalan. Hal ini termasuk dalam kejadian TIA. Meredup atau hilangnya penglihatan secara transien di satu mata (amaurosis fugaks) disebabkan oleh terhentinya aliran darah melalui A. ophtalmica (cabang dari A. carotis interna) yang memvaskularisasi arteri-arteri retina. Apabila TIA sudah mengenai sistem vertebrobasilar, maka nantinya akan terjadi kelemahan bilateral, gangguan penglihatan, pusing bergoyang, dan sering jatuh mendadak.
Dalam skenario memang tidak ada riwayat nyeri kepala, muntah, maupun penurunan kesadaran. Namun, ada baiknya jika mekanisme terjadinya nyeri kepala, muntah, dan penurunan kesadarn juga dibahas dalam bagian ini. Ketiga tanda tersebut akan muncul bersamaan jika terdapat kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada hidrosefalus, pendesakan ruangan intrakranial oleh tumor, dan adanya genangan LCS, darah, ataupun pus.
Nyeri kepala bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain oleh karena peregangan atau pergeseran pembuluh darah (intrakranium atau ekstrakranium), traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip opiat, merupakan bahan aktif pada endorfin), dan juga jika terdapat degenerasi spinacervicalis atas disertai kompresi pada akar nervus cervicalis (misalnya pada artritis vertebra cervicalis). Sebenarnya otak tidak memiliki reseptor nyeri atau nosiseptor, jadi jika terdapat nyeri kepala, perlu dicurigai keterlibatan pembuluh darah intrakranial atau ekstrakranial karena pembuluh darah sangat banyak mengandung reseptor nyeri.
Terjadinya muntah diawali dengan adanya sinyal sensoris yang berasal dari faring, esofagus, lambung, dan bagian atas usus halus. Impuls saraf kemudian ditransmisikan, baik oleh serabut saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke berbagai nukleus yang tersebar di batang otak (tepatnya di medulla oblongata) yang semuanya secara bersama-sama disebut ”pusat muntah”. Dari sini impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah sesungguhnya ditransmisikan dari pusat muntah melalui jalur n. cranialis (n. V, n. VII, n. IX, n. X, n. XII) ke tractus gastrointestinal bagian atas, melalui saraf vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah dan melalui nervus spinalis ke diafragma dan otot abdomen.
Penurunan kesadaran adalah derajat kesadaran dalam keadaan tidur secara berlebihan, atau hipersomnia dan berbagai macam keadaan yang menunjukkan daya bereaksi di bawah derajat waspada (bukan bentuk dari gangguan mental). Sadar secara normal dapat berarti adanya substansia retikularis yang mengandung lintasan aspesifik difus. Melalui lintasan ini seluruh korteks serebri kedua sisi menerima impuls aferen aspesifik. Dan koma (penurunan kesadaran pada derajat terendah) akan terjadi jika korteks serebri kedua sisi tidak lagi menerima impuls aferen aspesifik tersebut. Gangguan yang dapat menimbulkan gangguan kesadaran, antara lain adalah gangguan di substansia retikularis bagian batang otak yang paling rostral dan gangguan difus pada kedua hemispherium. Sedangkan kualitas kesadaran ditentukan oleh pengolahan integratif input sensorik difus (melalui sistem ascendens difus) dan input sensorik spesifik (melalui jaras spinothalamicus).
Dalam skenario, diceritakan bahwa penderita sering merokok, makan makanan berlemak dan kurang berolahraga. Hal-hal ini meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang merupakan pembentukan deposit-deposit plak kekuningan yang mengandung kolesterol, bahan lipid, dan lipofag yang terbentuk dalam tunika intima dan tunika media interna arteri besar dan sedang. Bentukan-bentukan tersebut pada dasarnya berasal dari timbunan lemak yang berlebih yang tidak dibakar oleh tubuh.
Yang menarik, ternyata dislipidemia belum terbukti berkaitan dengan peningkatan risiko stroke, kecuali apabila yang bersangkutan juga mengidap penyakit jantung koroner (PJK). Bagi pengidap PJK, terdapat hubungan yang jelas antara meningkatnya kadar lemak dan risiko prospektif terjangkit stroke dan serangan iskemik transien (TIA) untuk masing-masing dari yang berikut: kolesterol total, LDL, dan trigliserida. Pada HDL, terdapat hubungan yang terbalik. Walaupun secara keseluruhan tidak terdapat korelasi antara stroke dan kadar lemak yang tinggi, dua penelitian membuktikan bahwa pemberian obat statin penurun lemak kepada orang yang diketahui mengidap PJK dapat mengurangi risiko mereka mengalami stroke.
Penderita sering lupa, mengarah pada keadaan demensia. Demensia sendiri disebabkan oleh kerusakan otak sekitar 50-100 gram dan bisa terjadi di bagian otak mana saja. Kerusakan otak ini bisa terjadi karena adanya infark di bagian otak. Infark ini bisa dikarenakan adanya sumbatan atau aterosklerosis tadi sehingga beberapa bagian otak tidak mendapatkan vaskularisasi yang memadahi.
Penderita mengalami hipertensi. Keadaan hipertensi bisa berakibat fatal karena sebagian besar kasus stroke hemoragik disebabkan oleh hipertensi. Pada stroke hemoragik karena tingginya tekanan pada dinding pembuluh darah, lama kelamaan akan berakibat pada rupturnya pembuluh darah tersebut. Namun, hipertensi juga bisa berakibat pada stroke iskemik karena hipertensi berakibat pada kekakuan dinding arteri sehingga terjadi vasokonstriksi yang ekstrim (vasospasme) yang bisa mempersempit ruang pembuluh darah sehingga lama kelamaan pembuluh darah akan menyempit dan akan terjadi sumbatan pada pembuluh darah tersebut.
Namun penurunan tekanan darah mendadak pada penderita hipertensi bisa berakibat fatal. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF (Cerebral Blood Flow), iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi nonsimtomatik, terutama pada pasien berusia lanjut, harus diterapi secara hati-hati dan cermat karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteria koronaria atau keduanya. Hal ini merupakan alasan mengapa terapi berobat jalan tekanan darah tingi dengan obat-obat yang bekerja cepat (misalnya nifedipin) di bawah lidah dikontraindikasikan. Jadi untuk obat-obat antihipertensi yang kuat dapat menimbulkan iskemia serebrum apabila menyebabkan penurunan mendadak tekanan darah.
Penatalaksanaan yang tepat untuk kasus stroke ada berbagai macam, misalnya neuroproteksi. Neuroproteksi dilakukan dengan mempertahankan fungsi jaringan melalui keadaan hipotermia. Terapi ini sangat tepat untuk jenis stroke iskemik akut. Hipotermia dalam penanganan neuroproteksi sudah lama digunakan pada kasus trauma otak dan terus diteliti pada kasus stroke. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen sel-sel neuron. Dengan demikian, neuron terlindung dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron.
Penatalaksanaan secara medis lainnya adalah dengan pemberian antikoagulan, trombolisis intravena menggunakan TPA (Tissue Plasminogen Activator) bentuk rekombinan, terapi perfusi, pengendalian edema, dan lain sebagainya. Ada juga terapi berupa trombolisis intraarteri tetapi terapi ini belum boleh digunakan karena masih dalam tahap penelitian. Terapi perfusi merupakan suatu upaya untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subaraknoid dan pernah diusahakan induksi hipertensi sebagai usaha untuk meningkatkan tekanan darah arteri rata-rata sehingga perfusi otak dapat meningkat. Pada pengendalian edema, terapi ini digunakan karena edema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark serebrum iskemik, terutama pada keterlibatan pembuluh-pembuluh besar di daerah A.cerebri media. Dan terapi konservatifnya dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat. Terapi-terapi tersebut digunakan untuk jenis stroke akibat sumbatan pembuluh darah (sebagian besar etiologi dari stroke iskemik).
Prognosis stroke iskemik lebih baik daripada stroke hemoragik karena dengan menghilangkan trombus atau sumbatan pembuluh darah pada stroke iskemik, maka penderita akan pulih kembali walaupun tidak sebaik seperti saat keadaan sebelum terkena stroke. Jika stroke hemoragik, karena pembuluh darah sudah ruptur/pecah, maka keadaan ini tidak bisa dipulihkan. Pemulihan keadaan ini tidak hanya diperlukan terapi obat-obatan tetapi juga diperlukan rehabilitasi medik untuk melatih ekstremitas yang lumpuh menjadi bisa digunakan untuk hal-hal lainnya dan yang paling penting adalah melatih penderita untuk mejadi sedikit lebih mandiri.

4. KESIMPULAN
¨ Hal yang aneh yang terjadi pada pasien laki-laki berusia 48 tahun tersebut adalah jatuh setelah bangun tidur tetapi kemudian anggota gerak tubuh kanan kesemutan, tidak bisa digerakkan dan bicaranya pelo. Dan dahulu pernah (2 hari yang lalu), penderita mengalami kesulitan berbicara tetapi tiba-tiba sembuh sendiri tanpa pertolongan dokter. Riwayat penyakit serupa juga pernah diderita 1 tahun yang lalu yang menyebabkan penderita mondok tetapi setelah itu penderita sering lupa.
¨ Penderita mengalami hipertensi dan kontrol ke dokter sudah selama 4 tahun ini. Mungkin hipertensi ini menjadi penyebab dari penyakit yang diderita penderita.
¨ Sebelum penderita mengalami stroke akibat beberapa hal (hipertensi, merokok, makan makanan berlemak, dan kurang olahraga), penderita mengalami TIA yang tiba-tiba bisa sembuh sendiri.
¨ Stroke secara garis besar dibagi menjadi 2 macam, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya sumbatan pembuluh darah ke otak. Stroke hemoragik disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah yang memvaskularisasi otak.
¨ Tanda dan gejala umum stroke adalah diawali dari TIA, misalnya tiba-tiba jatuh, gangguan penglihatan, tiba-tiba sulit bicara. Jika sudah stroke tanda yang paling khas adalah terjadinya hemiparestesia dan hemiparesis. Pada skenario, kemungkinan terbesar adalah terjadinya lesi/infark pada bagian hemispherium cerbri sinister karena penderita mengalami hemiparesis kanan.
¨ Terapi stroke antara lain adalah neuroproteksi, pemberian antikoagulan, trombolisis intravena, terapi perfusi, dan rehabilitasi medik.
¨ Prognosis stroke iskemik lebih baik daripada stroke hemoragik. Dan masalah dalam skenario, ada kemungkinan besar pasien bisa sembuh kembali (apabila menderita stroke iskemik) karena pasien belum terlambat mendapat penanganan (8 jam setelah kejadian langsung mendapatkan penanganan medis).
¨ Masalah stroke dan TIA sangat penting untuk diungkapkan karena masalah terjadi di seluruh daerah dengan gaya hidup yang berubah. Gaya hidup ini adalah gaya hidup merokok, makan makanan berlemak, dan kurang berolahraga.

5. DAFTAR PUSTAKA
Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 903-948.
Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H. Hartanto, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 860-867.
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Kontribusi Serebelum dan Ganglia Basalis pada Seluruh Pengaturan Motorik. Dalam: Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 733-749.
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Korteks Serebri, Fungsi Intelektual Otak, Proses Belajar dan Mengingat. Dalam: Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 750-764.
Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1063-1104.
Hartwig, M. S. 2007. Penyakit Serebrovaskular. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1105-1132.
Mardjono, M., P. Sidharta. 2008. Kesadaran dan Fungsi Luhur. Dalam: Mardjono, M., P. Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. pp: 183-218.
Mardjono, M., P. Sidharta. 2008. Patofisiologi Somestesia. Dalam: Mardjono, M., P. Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. pp: 81-112.







No comments: