PENDAHULUAN
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee” (Djakovick, 2008).
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400 (Djakovick, 2008). Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup di Amerika Serikat. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga yang lainnya juga menderita hipospadia. Meskipun ada riwayat familial namun tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik (Djakovick, 2008).
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa hipospadia hanya terjadi pada laki-laki yang dibawa sejak lahir. Insidensinya 3:1000 atau 3 dari 1000 kelahiran (Sadler, 2006; Sjamsuhidajat, 2006;Djakovic, e t all. , 2008). Berdasarkan data yang dicatat oleh Metropolitan Atlanta Congenital Defects Program (MACDP) dan Birth Defects Monitoring Program (BDMP) insidensi hipospadia mengalami dua kali peningkatan antara 1970-1990. Prevalensi yang dilaporkan antara 0,3% menjadi 0,8% sejak tahun 1970an. Tahun 1993 BDMP melakukan survey mengenai insidensi hipospadia, dari hasil survei tersebut diketahui bahwa kasus hipospadia mengalami peningkatan menjadi 20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada 1.970-39,7 per 10.000 kelahiran. Insidensi kasus hipospadia terbanyak adalah Eropa. BDMP menyatakan bahwa insdensi hipospadia meningkat menjadi 20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada 1.970-39,7 per 10 000 kelahiran hidup pada tahun 1993. Kajian populasi yang dilakukan di empat kota Denmark tahun 1989-2003 tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-laki dengan jumlah kelainan alat kelamin (hipospadia) sebanyak 319 bayi (Djakovick, 2008).
ANATOMI ORGANA GENETALIA EKSTERNA MASKULINA
Organa genetalia maskulina eksterna terdiri dari skrotum dan penis.
1. Scrotum
Scrotum merupakan kantong yang menonjol keluar dari bagian bawah dinding anterior abdomen. Scrotum berisi testis, epididymis, dan ujung bawah funiculus spermaticus (Snell, 2006).
a. Dinding scrotum memiliki lapisan
1) Cutis
2) Fascia superficialis, musculus dartos (otot polos) menggantikan panniculus adiposus.
Musculus dartos dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan berfungsi untuk pengerutan kulit di atasnya. Pada saat dingin. Tunika dartos akan mengadakan kontraksi sehingga testis akan mendekati tubuh yang temperaturnya lebih tinggi sehingga temperatur dalam testis akan sama dengan temperatur tubuh. Pada saat panas. Tunika dartos mengalami relaxasi sehingga testis akan menjauhi tubuh, scrotum menjadi turun (Snell, 2006).
3) Fascia spermatica externa, cremasterica dan spermatica interna
Fascia spermatica externa berasal dari aponeurosis musculus obliquus externus abdominis. Sedangkan musculus obliquus internus abdominis akan membentuk fascia cremasterica. Fascia spermatica interna berasal dari fascia transversalis (Snell, 2006).
4) Tunica vaginalis
Terletak dalam fascia spermatica dan meliputi permukaan anterior, media, dan lateralis masing-masing testis. Merupakan bagian bawah processus vaginalis dan biasanya sesaat sebelum lahir menutup dan memisahkan diri dari bagian atas processus vaginalis dan cavitas peritonealis à kantung tertutup, diinvaginasi dari belakang oleh testis (Snell, 2006).
b. Aliran limfe
Cairan limfe dari tunica vaginalis akan dialirkan ke nodi lymphoidei inguinales superficialis (Snell, 2006).
c. Vaskularisasi scrotum (Snell, 2006)
1) R. scrotalis anterior
2) A.spermatica externa
3) R. scrotalis posterior
d. Inervasi (Snell, 2006)
1) Rr. Scrotales anterior
2) N pudendus externa
3) Rr. Scrotalis posterior
4) N. cutaneus femoris posterior
2. Penis
a. Definisi
Merupakan organ genetalia laki-laki yang berfungsi sebagai alat kopulasi. Dibedakan atas pars fixa dan pars libera. Pars fixa terdiri dari radix penis (crus penis dan bulbus penis). Pars libera atau batang penis terdiri dari 2 corpora cavernosum penis, 1 corpus cavernosum urethra dan 1 glands penis (Snell, 2006).
b. Bagian penis
1) Radix penis.
Dibentuk dari tiga massa jaringan erektil : bulbus penis dan crus penis dextra et sinistra. Bulbus penis terletak di garis tengah dan melekat pada permukaan bawah diaphragma urogenital. Bulbus penis ditembus oleh urethra dan permukaan luarnya dibungkus oleh musculus bulbospongiosus (Snell, 2006).
Masing-masing crus penis melekat pada pinggir arcus pubis dan diliputi oleh musculus ischiocavernosus pada permukaan luarnya. Bulbus melanjutkan diri ke depan sebagai corpus penis dan membentuk corpus spongiosum penis. Di anterior kedua crus saling mendekat dan di bagian dorsal corpus penis terletak berdampingan membentuk corpus cavernosum penis (Snell, 2006).
2) Corpus penis
Terdiri dari tiga jaringan erektil yang diliputi sarung fascia berbentuk tubular (fascia buck). Jaringan erektil dibentuk dari dua corpora cavernosa penis yang terletak di dorsal dan satu corpus spongiosum penis yang terletak pada permukaan ventralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum penis melebar à glans penis yang meliputi ujung distal corpora cavernosa penis (Snell, 2006).
Pada ujung glans penis terdapat celah yang merupakan muara urethra disebut meatus urethra externus. Preputium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang menutupi glans penis. Preputium dihubungkan dengan glans penis oleh lipatan yang terdapat tepat di bawah muara urethra dan dinamakan frenulum preputii (Snell, 2006).
c. Vaskularisasi
1) Arteri (Snell, 2006)
a) Corpora cavernosa : a. profunda penis cabang a. pudenda interna
b) Corpus spongiosum penis : a. bulbi penis cabang a. pudenda interna dan a. dorsalis penis cabang a. pudenda interna.
2) Vena (Snell, 2006)
Vena bermuara ke vena pudenda interna
3) Limfe
Cairan limfe dialirkan ke nodi superomedialis dan nodi inguinalis superfisicales. Struktur profunda penis mengalirkan cairan life ke nodi iliaci interni (Snell, 2006).
4) Persarafan
Persarafan berasal dari nervus pudendus dan plexus pelvicus (Snell, 2006).
ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria) atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika.
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan.
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Pembesaran dari tuberkel genitalis dan perkembangan yang mengikutinya dari phallus dan urethra tergantung dari tingkat testosteron selama embriogenesis. Jika testis gagal dalam menghasilkan testosteron dalam jumlah yang mencukui atau sel dari struktur genitalia tidak memiliki reseptor androgen yang mencukupi atau androgen-converting enzyme 5 alpha-reductase, akan menghambat proses virilisasi dan akan menimbulkan hipospadia (Santanelli, 2010)
Faktor genetik dan non genetik berpengaruh dalam terjadinya hipospadia, dengan terjadinya hipospadia familial terjadi pada 28% kasus Mekanisme genetik yang sebenarnya sangat rumit dan bervariasi. Adanya kemungkinan dari penurunan gen autosomal dominan sedang diperdebatkan, hipotesis ain adalah penurunan gen autosomal resesif dengan manifestasi inkomplit. Aberasi kromosomal ditemukan secara sporadic (Santanelli, 2010).
Faktor non-genetik utama yang dihubungkan dengan hipospadia adalah pemberia hormon sexual; peningkatan insiden hipospadia ditemukan pada bayi ang lahir yang ibunya terpapar terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga memiliki kejadian yang lebih besar dengan hipospadia dibandingkan dengan populasi umum (Fabio dan Grippaudo, 2010).
Lokasi abnormal dari hipospadia terletak pada daerah ventral dari penis, atau di skrotum dan perineum.
Penis akan terbentuk sekitar minggu kelima kehamilan dalam pengaruh testosteron. Lekukan urethra akan bergabung dengan urethral groove, dan ketika minggu ke-14 proses ini akan selesai (lihat gambar dibawah). Pertumbuhan ke dalam dari ujung glans akan berlanjut kedalam untuk bertemu dengan urethral tube pada fossa navicularis. Preputium kemudian terbentuk pada akhir dari proses perkembangan (Sadler, 1996).
Gambar 1. Keterangan Gambar: KIRI. Genitalia external pada stadium belum terdifferensiasi.TENGAH. Genitalia externa laki-laki pada minggu ke-9. Dari Atas ke Bawah. Potongan melintang pada area genital selama perkembangan dari saluran urethra.
Hipospadia terjadi etika penggabungan dari leukan urethra terhenti pada ujung proximal dari glans penis dan dapat terjadi di mana saja sepanjang urethral groove. Bentuk hipospadia yang paling parah disertai dengan pemendekan urethral groove, yang akan menimbulkan terikatnya penis, yang dinamakan chordee (Fabio dan Grippaudo, 2010).
Deformitas yang terjadi memiliki tingkat keparahan yang berbeda tergantung dengan perkembangan embriologis yag terganggu. Meatus dapat berjenis glanular (60%), penile (35%), atau scrotoperineal (5%) dan secara klinis inadekuat pada 75% pasien dan sering stenotik.
Gambar 2. Lokasi kelainan pada hipospadia
Gambar 3. Hipospadia Distal: glans spatula, preputium dengan cleft ventral.
DIAGNOSIS
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
DIAGNOSIS BANDING
1. Ambiguous Genitalia
2. Anomali Genitalia
Gejalanya adalah :
- Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis
- Penis melengkung ke bawah
- Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis
- Jika berkemih, anak harus duduk.
MANAJEMEN
Manajemen Hipospadia
Tujuan dilakukan manajemen dari hipospadia adalah antara lain untuk memperbaiki tampilan kosmetik dan fungsional. Dalam hal fungsional, untuk memperlancar aktivitas berkemih dan aktivitas seksual. Secara umum, langkah operasi yang dilakukan untuk manajemen pasien hipospadia, antara lain:
- Memperlebar meatus
- Memperbaiki kurvatura
- Rekonstruksi bagian yang hilang dari uretra
- Restorasi aspek normal genitalia eksterna
Ada beberapa cara yang digunakan untuk manajemen hipospadia, antara lain:
- Jika tidak ditemukan uretra distal pada hipospadia tipe glanular (atau hipospadia tipe glanular distal), maka manjemen yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan flap lokal dengan basis meatus (meatotomi) , misalnya teknik Santanelli procedure, Flip Flap, MAGPI (Meatal Advancement and Glanuloplasty).
- Cara yang akan ditunjukkan berikut ini adalah meatotomi. Prosedur meatotomi diperlukan jika ukuran meatus uretra eksternal lebih rendah daripada normalnya sesuai dengan usia pasien.
Gambar 4. garis insisi pada hipospadia tipe distal
Gambar 5. spatulated flap dibalik dan dijahitkan ke glans penis
Gambar 6. uretra direkonstruksi dan dijahit di antara flap glanular
Gambar 7. preputium-plasty, rekonstruksi lapisan dalam
Gambar 8. preputium-plasty, rekonstruksi bagian luar
Gambar 9. letak preputium normal setelah rekonstruksi
- Jika hipospadia bentuk penil dan penoskrotal, maka manajemen yang bisa dilakukan adalah dengan reseksi chordee dan rekonstruksi bagian yang hilang dari uretra, misalnya teknik Duckett, Standoli, Scuderi, modified Koyanagi. Bisa dilakukan dengan jalan satu tahap atau dua tahap. Untuk hasil yang lebih baik, biasanya dilakukan operasi dua tahap.
Tahap pertama adalah setelah insisi dari hipospadia telah dilakukan dan flap telah diangkat, maka seluruh jaringan yang dapat mengakibatkan bengkok diangkat dari sekitar meatus dan dibawah glans. Setelah itu dilakukan tes ereksi artificial. Bila korde tetap ada,maka diperlukan reseksi lanjutan.
Tahap kedua adalah rekonstruksi uretra atau urethroplasty. Pada tahap kedua bisa digunakan suatu teknik MAGPI seperti pada hipospadia tipe glanular distal. Tahap ini dilakukan jika penis sudah terlihat lurus menggunakan tes ereksi artifisial. Pertama dilakukan insisi sirkumsisi secara paralel tiap sisi uretra sampai glans, kenudian dibuatlah uretra di bagian tengah. Jika uretra sudah terbentuk akan ditutup menggunakan bagian lateral flap kulit preputium ke ventral bertemu di median.
Gambar 10. tes ereksi artifisial (injeksi salin secara intrakarvenosa dengan mengontrol aliran balik)
Gambar 11. flap preputium vertikal dielevasikan ke dorsal penis, dibuang secara vertikal sepanjang aksis vaskular (teknik Skuderi). Flap ini berpindah dengan pedikel subkutan.
Gambar 12. insisi buttonhole sepanjang garis median pedikel
Gambar 13. flap dipindah ke ventral melalui insisi buttonhole tanpa menarik atau memutar pedikel
Gambar 14. bagian bawah lipatan flap dijahit di sekeliling orifisium uretra
Gambar 15. flap dimasuki kateter urin
Gambar 16. glans penis dipisahkan untuk menutup neo-meatus, garis vertical glans penis dibuang, dua buah bagian triangular tebal dari glans penis dikatupkan untuk menutup bagian distal neo-uretra
Gambar 17. potong kelebihan sisa preputium
Gambar 18. hasil akhir
Komplikasi Hipospadia
Jangka pendek
- Edema lokal dan bintik-bintik perdarahan dapat terjadi segera setelah operasi dan biasanya tidak menimbulkan masalah yang berarti
- Perdarahan postoperasi jarang terjadi dan biasanya dapat dikontrol dengna balut tekan. Tidak jarang hal ini membutuhkan eksplorasi ulang untuk mengeluarkan hematoma dan untuk mengidentifikasi dan mengatasi sumber perdarahan.
- Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari hipospadia. Dengan persiapan kulit dan pemberian antibiotika perioperatif hal ini dapat dicegah.
Jangka panjang
- Fistula : Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul pada operasi hpospadia.Fistula jarang menutup spontan dan dapat diperbaiki dengna penutupan berlapis dari flap kulit lokal.
- Stenosis meatus : Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi. Adanya aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya stenosis meatus.
- Striktur : Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang dari operasi hipospadia.Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan dapat membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.
- Divertikula : Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari jaringan uretra asal.
- Terdapatnya rambut pada uretra : Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari digunakan dalam rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dngan uretra, hal ini dapat menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih dan pembentukan batu saat pubertas. Biasanya untuk mengatasinya digunakan laser atau kauter, bahkan bila cukup banyak dilakukan eksisi pada kulit yang mengandung folikel rambut lalu kemudian diulang perbaikan hipospadia.
KESIMPULAN
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis.
Penyebabnya sebenarnya sangat multifactor, beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
2. Genetika.
3. Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : EGC
Santanelli Fabio and Grippaudo Francesca Romana.2010. Urogenital Reconstruction: Penile Hypospadia Disitasi dari:http://emedicine.medscape.com/article/1297569-overview pada tanggal: 28 Maret 2011.
Sadler TW.1996. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment