Wednesday, December 7, 2011

INTERNA - GASTROENTEROHEPATOLOGI - SIROSIS HEPATIS

A. SIROSIS HEPATIS

Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler terdiri dari jaringan kolagen, glikoprotein dan proteinoglikan. Sel-sel stelata dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel penting untuk memproduksi matriks ekstraseluler. Sel ini diaktifkan menjadi sel pembentuk kolagen, oleh berbagai faktor parakrin. Sebagai contoh, peningkatan kadar TGF beta 1 terdapat pada pasien dengan hepatitis C kronis dan sirosis. Faktor ini akan merangsang sel stelata untuk memproduksi kolagen tipe 1. Deposisi kolagen di ruang disse dan pengurangan ukuran fenestra endotel, akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Dua hal ini dapat memicu hipertensi portal.

Progresifitas kerusakan hati, dapat berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun. Di Indonesia, prevalensinya antara 3,6-8,4% pada pasien rawat inap di Pulau Jawa dan Sumetra. Atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,1 : 1, dan usia rata-rata adalah 44 tahun. Walau paling banyak disebabkan oleh hepatitis B dan C, sirosis dapat disebabkan oleh penyakit hati alkoholik.

Secara garis besar, sirosis dapat dibagi menjadi dua: kompensata dan dekompensata. Dekompensata apabila terdapat ikterus, perdarahan varises, asites, ensefalopati hepatikum atau karsinoma hepatica. Komplikasi paling banyak ditemukan adalah asites. Perubahan dari kompensata menjadi tidak, adalah sekitar 5-7% per tahunnya. Sedangkan, harapan hidup cenderung menurun jauh, dari 12 tahun pada sirosis kompensata menjadi 2 tahun pada penderita sirosis dekompensata. Faktor prognosis buruk yang telah terbukti, adalah adanya kegagalan organ.

Derajat sirosis bermanfaat untuk memprediksi prognosis sirosis, menilai harapan hidup penderita dan kepentingan transplantasi. Penilaian yang digunakan antara kriteria Child-Plugh Turcotte sebagai berikut :

Klasifikasi

Parameter

A

1

B

2

C

3

Bilirubin (mg/dl)

< 2

2-3

> 3

Albumin (g/dl)

> 3.5

2.8-3.5

< 2.8

Ascites

-

Terkontrol

Sulit terkontrol

Ensefalopati

-

Stadium I/II

Stadium III/IV

INR

< 1.7

1.7-2.2

> 2.2

Total skor

5-6

7-9

10-15

Klasifikasi Child A : sirosis hati ringan, harapan hidup 15-20 tahun

Klasifikasi Child B : sirosis hati sedang, harapan hidup 4-14 tahun

Klasifikasi Child C : sirosis hati berat, harapan hidup 1-3 tahun

(Schuppan dan Afdhal, 2008)

Patofisiologi Dasar Hipertensi Portal

Menurut hokum Ohm, perubahan-perubahan dalam tekanan vena portal sebanding denga perubahan pada aliran darah dan resistensi. Pada hati normal, perubahan resistensi intrahepatik akan disertai perubahan aliran darah portal. Hal ini bertujuan untuk menjaga tekanan dalam vena portal tetap normal. Pada penderita sirosis, resistensi intrahepatik dan aliran darah splanknik meningkat. Faktor pencetusnya adalah peningkatan pada resistensi vascular intrahepatik. Sementara peningkatan aliran darah splanknik adalah fenomena sekunder, untuk mempertahankan atau memperburuk tekanan portal yang meningkat dan menimbulkan kondisi sistemik yang hiperdinamik. Hal ini ditandai dengan peningkatan detak jantung, curah jantung, volume plasma dan resistensi vaskuler yang rendah.

Berdasarkan Hukum Poiseuille yang dapat diterapkan pada resistensi vascular portal, menyatakan bahwa R = 8hL/pr4, dimana h adalah viskositas darah, L adalah panjang pembuluh darah, dan r adalah radius pembuluh darah. Viskositas darah berkaitan dengan hematokrit. Panjang pembuluh darah di pembuluh darah portal relatif konstan. Dengan demikian, perubahan pada resistensi vascular portal ditentukan terutama oleh radius pembuluh darah. Resistensi vascular portal secara tidak langsung berbanding terbalik dengan radius pembuluh darah. Menurunnya radius pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vascular portal. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan darah portal.

Penyakit hati menyebabkan penurunan radius vascular portal, menghasilkan peningkatan dramatis resistensi vascular portal. Pada sirosis, kenaikan terjadi pada mikrosirkulasi hepatic (sinusoidal hipertensi portal). Peningkatan resistensi vascular hepatic di sirosis tidakhanya konsekuensi mekanis dari gangguan arsitektur hati. Terdapat peran dari komponen dinamis akibat kontraksi akut miofibroblas, aktinya sel-sel stelata, dan sel-sel otot halus vaskuler dari vena hepatik.

Ada faktor-faktor endogen dan agen farmakologis yang memodifikasi komponen dinamis yang meningkatkan dan menurunkan resistensi vaskuler hepatik. Faktor-faktor yang meningkatkan resistensi vaskuler hepatic meliputi endothelin, stimulis alfa-adrenergik, dan angiotensin II. Faktor-faktor yang menurunkan resistensi vaskuler hepatic meliputi oksidasi nitrat, prostasiklin, dan obat-obatan vasodilator (seperti nitrat organic, adrenolitik dan kalsium antagonis).

Gambar 1. Hipertensi portal

Faktor kedua yang berperan dalam hipertensi portal adalah peningkatan aliran darah dalam vena portal. Hal ini terbentuk melalui vasodilatasi arteriola splanknik yang disebabkan oleh pelepasan vasodilator endogen yang berlebihan (seperti endotelal, neural, humoral). Peningkatan aliran darah portal memperburuk peningkatan tekanan portal dan menjadi penyebab hipertensi portal meski terbentuk jaringan ekstensif kolateral portosistemik yang akan mengalihkan 80% aliran darah portal. Manifestasi dari vasodilatasi splanknik meliputi peningkatan curah jantung, hipotensi arteri, dan hipervolemia. Hal ini menjelaskan alasan pengobatan hipertensi portal dengan pola makan bersodium rendah dan diuretic untuk mengurangi kondisi hiperkinetik.

Patofisiologi Varises Gastroesofageal pada Sirosis Hepatis

Penyakit hati kronis yang berujung pada sirosis merupakan penyebab terbanyak hipertensi portal. Tekanan vena portal secara langsung berhubungan dengan aliran darah dan resistensi pembuluh darah di hati, sebagaimana terlihat pada hokum Ohm (P=QxR; P merupakan tekanan sepanjang pembuluh darah, Q adalah aliran darah dan R adalah resistensi vaskuler). Meski patogenesis hipertensi portal sangat kompleks, penyebabnya sebagian besar pasien dengan sirosis hati adalah peningkatan resistensi intrahepatik (di lokasi perisinusoidal, sinusoidal, dan post-sinusoidal) dan peningkatan aliran melalui system splanknik hiperdinamik. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan ketidakseimbangan antara vasokonstriktor endothelin-1 dan vasodilator nitrat oksida (NO) memiliki peranan penting dalam terjadinya peningkatan resistensi intrahepatik.

Varises adalah kolateral portosistemik yang terbentuk setelah dilatasi pembuluh darah oleh hipertensi portal. Bagian distal esophagus berjarak 2-5 cm dari esophagus, merupakan bagian paling sering terjadi varises. Bagian ini terdiri dari vena superficial yang kurang mendapat dukungan dari jaringa sekitar. Dilatasi varises esophageal distal tergantung pada gradient tekanan ambang. Cara pengukuran tekanan portal yang banyak digunakan adalah gradient tekanan vena hepatic (HVPG, Hepatic Venous Pressure Gradient). HVPG adalah gradient tekanan vena hepatic yang tersumbat atau terjepit dan tekanan vena hepatic yang bebas. Pada HVPG < 12 mmHg, varises belum terbentuk. Namun, varises tidak selalu terbentuk pada pasien dengan HVPG 12 mmHg atau lebih. Sebab itu, gradient tekanan ini memang penting, tapi tidak cukup untuk digunakan mendiagnosis varises. Varises gastroesofageal terjadi pada 40-60% pasien dengan sirosis. Keberadaannya dan ukurannya berhubungan dengan penyebab, durasi, dan keparahan sirosis.

Sirosis hepatis sering disertai dengan hipertensi portal dengan splenomegali, akibat terjadinya hipersplenisme dan trombositopenia. Trombositopenia pada sirosis hepatis sering diakibatkan oleh adanya hipersplenisme, disfibrinogenemia dan penurunan produksi trombopoietin oleh hati (Schuppan dan Afdhal, 2008). Hati merupakan tempat sintesis plasminogen dan anti-plasmin. Dan sebaliknya berfungsi untuk membersihkan activator plasminogen dan membuat tidak aktif beberapa faktor pembekuan. Maka dapat dimengerti,mengapa pada penyakit hati dapat terjadi disfibrinogenemia dimana hal ini juga menyebabkan terjadinya trombositopenia (Tambunan, 1980).

B. KEGAWATAN HEMATEMESIS MELENA

C. HEPATITIS C

1. Definisi

Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.

2. Penyebab

Virus hepatitis C (HCV) adalah flavivirus RNA rantai tunggal. Struktur genom HCV terdiri dari satu open reading frame (ORF) yang member kode pada polipeptida yang termasuk komponen structural. Komponen structural terdiri dari nukleokapsid (inti/core/C), protein selubung atau envelope (E1 dan E2), serta bagian structural (NS) yang dibagi menjadi NS2, NS3, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b. pada kedua ujung terdapat area non coding (NC) yang pendek yaitu daerah 5 dan daerah 3 terminal. Area 5 NC dan 3NC terminal ini merupakan bagian HCV yang berperan pada replikasi RNA dan transali RNA. Oleh karena sebab itu sekuens nukleotida di daerah ini digunakan untuk mendeteksi HCV pada pemerksaan molekukler dengan polymerase chain reaction (PCR). Bagian genom HCV yang paling stabil adalah nukleokapsid atau protein inti, dan dipakai untuk deteksi antibody pasien.

3. Transmisi Penularan Hepatitis C

Virus hepatitis C (VHC) dapat ditularkan melalui beberapa cara, antara lain melalui parental, kontak personal (intrafamilia), transmisi seksual dan tansmisi perinatal (vertical). Penularan secara parenteral, keculi melalui transfusi, dapat terjadi malalui jarum suntik pad pengguna obat-obatan dan petugas kesehatan. Penularan secara parenteral merupakan penularan yang utama, 80% pasien dengan hepatitis kronis pasca transfusi penyebabnya adalah hepatitis C.

Transmisi intrafamilial adalah penularan yang terjadi dalam keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita hepatitis C. Pada beberapa penelitian, didapatkan prealens anti HCV positif dengan transmisi intrafamilial sebanyak 8,1%-14,9%. Transmisi perinatal dari ibu ke anak yang dilahirkan dilaporkan sangat jarang dan dianggap tidak setinggi transmisi perinatal hepatitis virus B, resiko penularan meningkat sampai 48% bila disertai adanya HIV (human immunodeficiency virus).

4. Faktor Resiko

Karena Hepatitis C menular dari orang ke orang melalui kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang meningkatkan kontak dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko.

Faktor resiko yang paling umum adalah pengguna obat bius suntik dan darah serta produk transfusi darah Faktor resiko lainnya adalah luka tertusuk jarum, terutama pada pekerja kesehatan, hemodialisis dan transplantasi organ. Penularan melalui hubungan seksual, prilaku seksual yang beresiko, terutama yang memilki pasangan seksual lebih dari satu, menjadi pemicu meningkatnya resiko terinfeksi virus Hepatitis C.

5. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut.

a. Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.

b. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.

c. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya berbeda

Masa inkubasi berkisar dari 15 sampai 160 hari, dengan rata-rata sekitar 50 hari. HCV dapat menyebabkan 80% menderita hepatitis kronis dan sekitar 70 % berkembang menjadi sirosis hepatis.

Dalam beberapa kasus, Hepatitis C dapat menyebabkan peningkatan enzim tertentu pada hati, yang dapat dideteksi pada tes darah rutin. Walaupun demikian, beberapa penderita Hepatitis C kronis mengalami kadar enzim hati fluktuasi ataupun normal.

Pemeriksaan Laboratorium Penunjang

a. ASR (SGOT) / ALT (SGPT) :Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati

b. Darah Lengkap (DL) : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.

Leukopenia dan Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)

Diferensia Darah Lengkap

Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.

c. Alkali phosfatase :Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)

d. Feses :Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)

e. Albumin Serum :Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.

f. Gula Darah : Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).

g. Anti HVC : Positif pada tipe C

h. Masa Protrombin :Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.

i. Bilirubin serum :Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)

j. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein) :Kadar darah meningkat, BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.

k. Biopsi Hati :Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis

l. USG Hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.

m. Urinalisa

n. Peningkatan kadar bilirubin : Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria.

6. Tata Laksana

Tidak ada terpi sfesifik untuk hepatitis virus. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasienterus menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.

Pengobatan medikamentosa untuk hepatitis C bergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium dan timbulnya gejala pada pasien. Pasien diobati jika pada pemeriksaan darah terdapat VHC, hasil biopsi menunjukkan adanya kerusakan hati dan adanya peningkatan enzim hati. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mengurangi jumlah virus atau mempertahankan agar tidak bertambah dan mengurangi kemungkinan terjadinya sirosis hati dan kanker hati.

Pengobatan yang bisa dilakukan adalah penggunaan obat antivirus spektrum luas yaitu kombinasi injeksi interferon alfa dengan obat oral (diminum) ribavirin dua kali sehari. Obat ini digunakan selama 1 sampai 2 bulan bergantung dari jenis VHC. Perlu diperhatikan adalah efek samping yang ditimbulkan oleh obat anti virus tersebut:

  • Interferon-gejala flu, depresi, iritasi kulit, lemas, insomnia
  • Ribavirin-anemia, gatal-gatal, iritasi kulit, lemas, kelainan kongenital
Transplantasi hati dilakukan pada orang dengan gangguan hati yang sudah stadium akhir. Terapi ini belum terlalu berkembang di Indonesia, hal ini disebabkan oleh kurang nya donor organ. Transplantasi hati tidak menyembuhkan penyakit hepatitis C. Rekurensi hepatitis C sangat tinggi pada kebanyakan orang dengan tranplantasi hati.

No comments: