A. PENDAHULUAN
Konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang susah atau jarang mengeluarkan feses.1 Tetapi menurut kriteria Rome III seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila mengalami minimal 2 keluhan berikut ini yaitu defekasi kurang dari 3 kali per minggu, mengejan saat defekasi, feses yang keras, perasaan tidak lampias setelah defekasi, perasaan adanya hambatan atau obstruksi saat defekasi, dan adanya evakuasi manual untuk mengeluarkan feses misalnya dengan jari.2
Meskipun bukan merupakan penyakit, konstipasi bukan merupakan sesuatu yang sepele karena jika tidak ditangani dengan baik konstipasi dapat berkomplikasi menjadi hemoroid, fisura ani, prolaps rektal, ulkus sterkoral, melanosis koli dan beberapa gangguan lainnya yang jelas dapat mengganggu aktivitas.3 Sekitar 80 % manusia pernah mengalami konstipasi dalam hidupnya. Menurut National Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk amerika mengeluh menderita konstipasi terutama pada anak-anak, perempuan,dan orang yang berusia diatas 65 tahun. Hal ini mengakibatkan kunjunag ke dokter sebanyak 2,5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obat laksatif.3
Secara umum penanganan konstipasi itu harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien dengan memperhitungkan lama dan intensitas konstipasi, faktor-faktor kontribusi yang potensial, usia pasien, dan harapan hidup. Terapi inisial yang digunakan biasanya berupa diet dengan penekanan pada peningkatan asupan serat makanan (dietary fiber), fluid intake yang cukup dan regular exercise. Jika terapi ini tidak berhasil baru diberikan terapi farmakologis berupa laksatif, behavioral, dan operasi. 3,4,5
Laksatif atau yang dikenal sebagai pencahar merupakan terapi farmakologis yang sangat umum digunakan masyarakat. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia masih kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olah raga dan bertambah makan makanan yang mengandung pengawet, jadi laksatif masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi konstipasi. Karena tidak semua laksatif dapat digunakan dalam waktu jangka panjang, maka pemilihan laksatif yang tepat harus sangat diperhatikan. 3
B. .LAKSATIF
1. Definisi
Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperients dan aperitive. 1
2. Mekanisme Kerja Laksatif
Mekanisme pencahar yang sepenuhnya masih belum jelas, namun secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : 6
a. Sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air dengan akibat massa, konsistensi, dan transit feses bertambah.
b. Laksatif bekerja secara langsung ataupun tidak langsung pada mukosa kolon dalam menurunkan absorbs NaCl dan air
c. Laksatif juga dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat menurunnya absorbs garam dan air yang selanjutnya mengubah waktu transit feses.
Gambar 1. Gambar Mekanisme Kerja Laksatif
3. Klasifikasi laksatif
a. Bulk Laxatives atau Laksatif Pembentuk Massa
Bulk laxative digunakan bila diet tinggi serat tidak berhasil menangani konstipasi. Obat golongan merupakan obat yang berasal dari alam atau dibuat secara semisintetik. Bulk laxative seperti metilselulosa, natrium karboksilmetilselulosa, kalsium polikarbofil dan psyllium adalah polisakarida atau derivat selulosa yang menyerap air ke dalam lumen kolon dan meningkatkan massa feses dengan menarik air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan merangsang gerak peristaltik. Hal tersebut akan menstimulasi motilitas dan mengurangi waktu transit feses di kolon. Rasa kembung dan frekuensi flatus mungkin meningkat. Namun, laksatif ini cukup aman digunakan dalam jangka panjang. Pada penggunaan laksatif ini, asupan cairan yang adekuat sangat diperlukan, jika tidak akan dapat menimbulkan dehidrasi. 4,5,6,7,8,9
Pada pasien yang tidak bereaksi terhadap terapi tunggal bulk laxatives, pilihan selanjutnya adalah dengan menambahkan laksatif jenis lain. Setiap jenis laksatif memiliki mekanisme tersendiri. Berikut akan dijelaskan mengenai macam-macam laksatif pembentuk massa: 6,7,8
1) Metilselulosa
Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui slauran cerna sehingga diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus, metilselulosa akan mengembang membentuk gel emolien atau larutan kental, yang dapat melunakkan tinja. Mungkin residu yang tidak dicerna merangsang peristaltik usus secara refleks. Efek pencahar diperoleh setelah 12-24 jam, dan efek maksimal setelah beberapa hari pengobatan. Obat ini tidak menimbulkan efek sistemik.7,8 Tetapi pada beberapa pasien bisa terjadi obstruksi usus atau esofagus, oleh karena itu metilselulosa tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan mengunyah.6
Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid. Sediaan adalam bentuk bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500 mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4 kali 1,5 g / hari.6
2) Natrium karboksimetilselulosa
Obat ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa, hanya saja tidak larut dalam cairan lambung dan bisa digunakan sebagai antasid.8 Sediaan dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6 g.6
3) Psilium (Plantago)
Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih murni dan ditambahkan musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik yang membentuk gelatin bila bercampur dengan air; dosis yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari dalam 250 ml air atau sari buah. Pada penggunaan kronik, psilium dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena mengganggu absorbsi asam empedu.6,7
4) Agar-agar
Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna dan tidak diabsorbsi. Dosis yang dianjurkan ialah 4-16 g. Agar-agar yang biasa dibuat merupakan pencahar massa yang muda didapat. Dosis dewasa 4-16 g.6
5) Polikarbofil dan kalsium polikarbofil
Merupakan poliakrilik resin hidrofilik yang tidak diabsorbsi, lebih banyak mengikat air dari pencahar pembentuk massa lainnya.8 Polikarbofil dapat mengikat air 60-100 kali dari beratnya sehingga memperbanyak massa tinja. Preparat ini mengandung natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium polikarbofil dilepaskan ion Ca2+, sehingga tidak boleh diberikan pada pasien dengan pembatasan asupan kalium. Dosis dewasa 1-2 kali 1000 mg / hari, maksimum 6 g / hari, disertai air minum 250 ml.6
b. Laksatif Emolien
Laksatif ini sering digunakan sebagai adjuvan dari bulk atau stimulant laxatives. Laksatif ini dapat ditolerensi tubuh dengan baik.4
Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik usus, baik secara langsung maupun tidak langsung.8 Berikut adalah macam-macam laksatif emolien: 6,7,8
1) Zat Penurun Tegangan Permukaan (Surface Active Agent)
Obat yang termasuk golongan ini adalah dioktilnatrium sulfosuksinat dan parafin.
a) Dioktilnatrium Sulfosuksinat
Cara kerja dioktilnatrium sulfosuksinat adalah dengan menurunkan tegangan sehingga memepermudah peneterasi air dan lemak ke dalam masa tinja. Tinja menjadi lunak setelah 24-48 jam.6,7
Sediaan dalam tablet 50-300 mg, suspensi 4 mg / ml. Dosis untuk anak 10-40 mg / hari, sedangkan dosis untuk dewasa adalah 50-500 mg / hari. Penggunaan bisa mengakibatkan efek samping berupa kolik usus, bahkan muntah dan diare. Dioktilnatrium sulfosuksinat juga bersifat hepatotoksik.6
b) Parafin Cair (Mineral Oil)
Adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. Setelah minum obat ini, maka tinja akan menjadi lunak disebabkan berkurangnya reabsorbsi air dari tinja. Parafin cair tidak dicerna di dalam usus dan hanya sedikit yang diabsorbsi. Yang diabsorbsi ditemukan pada limfonosi mesenterik, hati, dan limpa.6,7,8
Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari. Kebiasaan menggunakan parafin cair akan mengganggu absorbsi zat larut lemak, misalnya absorbsi karoten menurun 50%, juga absorbsi vitamin A dan D akan menurun. Absorbsi vitamin K menurun akibat hipoprotrombinemia; dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid. Obat ini juga memiliki efek samping berupa pruritus ani, menyulitkan penyembuhan pascabedah anorektal, dan bisa menyebabkan perdarahan. Jadi untuk penggunaan kronik, obat ini tidak aman.6
c) Minyak Zaitun
Minyak zaitun yang dicerna akan menurunkan sekresi dan motilitas lambung dan juga bisa merupakan sumber energi. Dosis yang dianjurkan sebanyak 30 mg.6
c. Laksatif Stimulan (Perangsang)
Laksatif golongan ini mengalami hidrolisis di usus oleh enzim enterosit atau flora di kolon. Efek primer laksatif ini berpengaruh pada perubahan transport elektrolit pada mukosa intestinal dan secara umum bekerja selama beberapa jam. Dalam klasifikasinya, Schiller memasukan laksatif jenis ini ke dalam kelas secretagogues dan agen yang berefek langsung pada epitel, syaraf, atau sel otot polos.4,5,6,7,8
Laksatif perangsang bekerja merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos sehingga meningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Banyak di antara laksatif perangsang bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini akan meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap sekresi air. Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar sehingga terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek pencahar. Minyak jarak, hanya bekerja pada usus halus memiliki masa laten 3 jam. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis laksatif perangsang: 4,5,6,7
1) Minyak Jarak (Castrol Oil-Oleum Ricini)
Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan suatu trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh enzim lipase. Asam risinoleat merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar, obat ini tidak banyak lagi digunakan karena banyak obat lain yang lebih aman.6,7
Dosis untuk dewasa adalah 15-60 mL, sedangkan untuk anak-anak adalah 5-15 mL. Efek samping dari minyak jarak antara lain kolik, dehidrasi dengan gangguan elektrolit, confussion, denyut nadi tidak teratur, kram otot, rash kulit, dan kelelahan. Minyak jarak dianjurkan diberikan pagi hari waktu perut kosong. Jika dosisnya ditambah, tidak akan menambah efek pencahar, dan efek pencahar akan terlihat setelah 3 jam.6
2) Difenilmetan
Derivat difenilmetan yang sering digunakan adalah bisakodil. Beberapa derivat difenilmetan:
a) Fenolftalein
Diberikan per oral dan mengalami absorbsi kira-kira 15% di usus halus. Efek fenolftalein dapat bertahan lama karena mengalami sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein diekskresi melalui tinja, sebagian lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk metabolitnya. Jika diberikan dalam dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk utuh dalam urin, dan pada suasana alkali akan menyebabkan urin dan tinja berwarna merah. Ekskresi melalui ASI sangat kecil sehingga tidak akan mempengaruhi bayi yang sedang disusui.4,5,6
Sediaan dalam bentuk tablet 125 mg, dosis 60-100 mg. Fenolftalein relatif tidak toksik untuk pengobatan jangka pendek, tetapi dosis yang berlebihan akan meningkatkan kehilangan elektrolit. Bisa menyebabkan reaksi alergi. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-8 jam.6
Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat karsinogen.7
b) Bisakodil
Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang akan merangsang motilitas usus besar.6,7
Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja.6
c) Oksifenisatin asetat
Bagaimana respon tubuh terhadap oksifenisatin asetat mirip dengan bisakodil. Efek pencaharnya tidak melebihi bisakodil. Obat ini jarang digunakan karena dapat menimbulkan hepatitis dan ikterus.4,5,7
Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria 10 mg. Dosis dewasa oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk anak per oral 1-2 mg. Efek samping bisa berupa hepatitis, ikterus, dan reaksi alergi. Efek pencahar setelah 6-12 jam kemudian.6
3) Antrakinon
Efek pencahar golongan ini bergantung pada antrakinon yang dilepaskan dari ikatan glikosidanya. Efek pencahar antrakinon timbul setelah 6 jam. Setelah pemberian oral sebagian akan diabsorbsi dalam bentuk glikosidanya. Sebagian glikosida dihidrolisis oleh enzim flora usus menjadi antrakinon dan bekerja sebagai pencahar di kolon. Efek antrakinon yang tidak diinginkan adalah efek pencahar yang berlebihan. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI sehingga bisa mempengaruhi bayi yang disusui. Melanosis kolon bisa terjadi, namun bisa menghilang dengan penghentian pemakaian obat selama 4-12 bulan.4,6,7
a) Kaskara Sagrada
Berasal dari kulit pohon Rhamnus purshiana. Sediaan dalam bentuk sirup, eliksir, tablet 125 mg. Dosis 2-5 mL, dosis 100-300 mg. Efek samping adalah pigmentasi mukosa kolon. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI. Efek pencahar bisa telihat setelah 8-12 jam.6
b) Sena
Berasal dari daun atau buah Cassia acutifolia atau Cassia angustifolia, terdapat zat aktif senosida A dan B. Sebagian antrakinon yang diabsorbsi akan diekskresi melalui ginjal dengan warna kuning sampai merah bila suasana urin alkali.4,7
Sediaan berupa sirup dan eliksir, dosis 2-4 ml. Sediaan juga da dalam bentuk tablet 280 mg, dosis 0,5-2 g. Efek samping pada penggunaan lama akan menyebabkan kerusakan neuron mesenterik. Efek pencahar akan terliaht setelah 6 jam.6
c) Dantron (Dihidroksiantrakinon)
Dantron leboh banyak mengandung antrakinon bebas daripada bentuk glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg, dosis 75-150 mg. Efek pencahar akan terlihat seteah 6-8 jam.6
d. Laksatif Osmotik
Laksatif yang termasuk golongan ini adalah garam-garam anorganik (yang tersusun oleh magnesium) dan alkohol organik atau gula seperti laktulosa dan polyethylene glycol (PEG). . Laksatif jenis ini bekerja dengan cara mempertahankan air tetap berada dalam saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian merangsang pergerakan usus (peristaltik). Laksatif jenis ini adalah preparat yang sangat lambat diserap bahkan tidak diserap, sehingga terjadi sekresi air ke dalam intestinum untuk mempertahankan isotonisitas yang sama dengan plasma. Beberapa pilihan laksatif salin adalah garam-garam seperti magnesium hidroksida, magnesium sulfat, magnesium sitrat, sodium fosfat, dan sodium sulfat. Beberapa jenis Laksatif Osmotik: 5,6,7
1) Garam Magnesium (MgSO4 atau Garam Inggris)
Diabsorbsi melalui usus kira-kira 20% dan dieksresikan melalui ginjal. Bila fungsi ginjal terganggu, garam magnesium berefek sistemik menyebabkan dehidrasi, kegagalan fungsi ginjal, hipotensi, dan paralisis pernapasan. Jika terjadi hal-hal tersebut, maka harus diberian kalsium secara intravena dan melakukan napas buatan. Garam magnesium tidak boleh diberikan pada pasien gagal ginjal.5,6
Sediaan yang ada misalnya adalah magnesium sulfat dalam bubuk, dosis dewasa 15-30 g; efek pencahar terlihat setelah 3-6 jam. Magnesium oksida dosis dewasa 2-4 g; efek pencahar terliaht seteah 6 jam.6
Walaupun garam magnesium bekerja secara lokal di traktus gastrointestinal, efek farmakologisnya pun mungkin disebabkan oleh pelepasan hormon seperti kolesistokinin suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi cairan.atau pengaktifan sintesa nitrit oksida. Senyawa ini dapat diminum ataupun diberikan secara rektal.6,7
2) Laktulosa
Merupakan suatu disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh enzim usus dan tidak diabsorbsi di usus halus. Laktulosa tersedia dalam bentuk sirup. Obat ini diminum bersama sari buah atau air dalam jumlah cukup banyak. Dosis pemeliharaan harian untuk mengatasi konstipasi sangatlah bervariasi, biasanya 7-10 g dosis tunggal maupun terbagi.6,7
Kadang-kadang dibutuhkan dosis awal yang lebih besar, misalnya 40 g dan efek maksimum laktulosa mungkin terlihat setelah beberapa hari. Untuk keadaan hipertensi portal kronis dan ensefalopati hepar, dosis pemeliharaan biasanya 3-4 kali 20-30 g (30-45 ml) laktulosa sehari; dosis ini disesuaikan dengan defekasi 2-3 kali sehari dan tinja lunak, serta pH 5,5. Laktulosa juga dapat diberikan per rektal.6
Laktulosa adalah jenis gula yang tidak banyak diserap, seperti galaktosa-fruktosa disakarida. Tubuh manusia kekurangan enzim fruktosidase, karbohidrat yang tidak terserap merupakan substrat bagi proses fermentasi bakteri kolon yang akan diubah menjadi hidrogen, metana, karbon dioksida, air, asam dan asam lemak rantai pendek. Selain sebagai agen osmotic, produk-produk ini juga menstimulasi motilitas dan sekresi intestinum. Rasa kembung, tidak nyaman di perut, dan flatus yang sering merupakan efek samping yang sering dikeluhkan oleh pasien saat menggunaan laksatif jenis ini.6
C. PEMILIHAN LAKSATIF YANG TEPAT
Penatalaksanaan konstipasi sangat bersifat individual, bersifat simtomatik, dan diagnosis harus ditegakan terlebih dahulu sebelum memilih pengobatan. Jika konstipasi terjadi karena suatu keadaan medis maka kelainan primer harus diobati terlebih dahulu. Obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi harus dihentikan.9
Penatalaksanaan dilakukan secara bertahap, dimulai dari perubahan gaya hidup dan diet.9 Jika langkah di atas tidak berhasil mengatasi konstipasi, dapat digunakan bulk-laxatives, laksatif osmotik, dan fisioterapi pelvic floor jika memungkinkan.10 Jika langkah tersebut gagal, digunakan laksatif osmotik, enema dan prokinetik. Operasi hanya dilakukan ketika seluruh terapi konservatif gagal dilakukan atau ketika terdapat risiko terjadi perforasi caecum. 7,9,10,11
Gambar 2. Gambar Algoritma Penatalaksanaan Konstipasi
Laksatif juga harus diperhatikan dalam berbagai kondisi khusus, misalnya pada lansia, anak-anak, wanita hamil, dan penderita DM. Penggunaan Laksatif Secara Khusus adalah sebagai berikut:
1. Lansia
Masalah yang harus diperhatikan pada lansia adalah mobilitas dan polifarmasi. Pada dasarnya terapi konstipasi pada orang tua, sama seperti terapi pada orang dewasa muda, yaitu mengubah gaya hidup dan perubahan diet. Jika lansia mengalami imobilitas, lebih baik menngunakan laksatif perangsang (stimulant laxative) daripada laksatif pelunak feses. Kombinasi senna-fiber lebih efektif daripada laktulosa. Menghentikan konsumsi obat yang potensial menimbulkan konstipasi juga sangat penting.8,9,10,11
2. Bayi dan anak-anak
Penanganan pertama kontipasi pada anak adalah diet tinggi serat dan meningkatkan asupan cairan. Mencegah konsumsi susu secara berlebihan. Laksatif dapat mulai diberikan jika cara-cara tersebut di atas tidak berhasil. Penelitian mengenai laksatif yang paling baik digunakan pada anak-anak sangat jarang. 11
Penatalaksanaan konstipasi bergantung pada berat ringannya keadaan. Pada konstipasi ringan yang tidak berhasil dengan cara nonfarmakologis dapat diberikan pencahar osmotic yang ringan seperti suspense magnesium oksida, mulai dengan dosis 1 sendok teh 2 kali sehari. Dalam hal ini bayi harus cukup mendapat cairan. Pada bayi dengan usia 9 sampai 12 bulan (usia mulai belajar berjalan) dengan defekasi disertai keluhan rasa sakit dan berdarah saat defekasi, dapat diberikan laksatif pelunak feses seperti dioctylnatrium sulfosuksinat, yang dapat dikombinasikan dengan laksatif stimulant ringan seperti senna untuk mengembalikan frekuensi defekasi yang normal. Untuk anak-anak yang lebih besar diet sehari-hari dapat ditambahkan bahan-bahan pembentuk massa, atau menggunakan laksatif pembentuk massa seperti metilselulosa, atau laktulosa. Pada konstipasi berat, contohnya konstipasi kronis, menurut Baucke-Loening dkk, dapat diberikan magnesium oxide 1-2 ml/kgBB/hari disertai diet tinggi serat, latihan defekasi 4-5 kali perhari. Selain itu, penanganan dini konstipasi pada anak sangat penting, karena konstipasi kronik pada anak dapat menyebabkan terjadinya megarectum dan impaksi feses.9,11, 12
3. Wanita Hamil
Diet tinggi serat, meningkatkan asupan cairan dan olahraga ringan merupakan pilihan utama terapi konstipasi pada wanita hamil. Laksatif dapat digunakan jika cara-cara tersebut diatas tidak berhasil untuk mengatasi konstipasi. Penggunaan obat-obatan hanya diperbolehkan untuk jangka pendek. Keamanan obat merupakan hal yang harus diperhatikan pada wanita hamil. Agen pelunak feses (bulking agent) lebih aman dibandingkan laksatif stimulant. Senna juga aman digunakan dalam dosis normal, namun, tetap harus berhati-hati jika usia pada usia kehamilan tua dan kehamilan yang rentan. Bulking agent dan laktulosa tidak diekskresi ke dalam ASI. Sementara itu, senna dalam dosis besar dapat diekskresi ke dalam ASI serta dapat menimbulkan diare dan kolik pada bayi.9,11
4. Penderita Diabetes
Bulking agent aman digunakan dan sangat berguna bagi pasien-pasien yang tidak mau dan tidak dapat meningkatkan asupan serat pada makanan sehari-harinya. Penderita diabetes tidak boleh menggunakan laksatif stimulant, seperti laktulosa dan sorbitol. Hal ini dikarenakan metabolisme zat-zat tersebut dapat mempengaruhi kadar glukosa darah, terutama pada pasien dengan DM tipe I.9,11
D. PRODUK LAKSATIF YANG BEREDAR DI INDONESIA
1. Pencahar Pembentuk Massa
a. Vegeta (kandungan: 5,52 gram Psyllium Husk dan 2,88 gram Inulin Chicory). Sediaan: 1 sachet 8,4 gram.
b. Yoghurt (kandungan metilselulosa, bakteri asam laktat Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophillus).
c. Agar-agar swallow (kandungan: agar-agar). Sediaan: kemasan tepung agar-agar 7 gram.
d. Nutrijell (kandungan: agar-agar). Sediaan: kemasan tepung agar-agar 10 gram, 15 gram.
2. Pencahar Emolien
a. Kompolax emulsi (kandungan: liquidum parafin 1,5 gram, phenolphthalein 75 mg, giserin 1 gram). Sediaan: emulsi 60 mL, 115 mL.
3. Pencahar Stimulan
a. Melaxan tablet (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet 5 mg x 4 x 10 butir.
b. Stolax suppositoria (kandungan: bisakodil). Sediaan: suppositoria 10 mg x 6.
c. Kompolax emulsi (kandungan: liquidum parafin 1,5 gram, phenolphthalein 75 mg, giserin 1 gram). Sediaan: emulsi 60 mL, 115 mL.
d. Laxana (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet salut enterik 5 mg x 10.
e. Dulcolax (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet salut enterik 5 mg.
f. Laxamex (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet 5 mg x 4.
g. Laxing tea (kandungan: daun sena 1600 mg, lidah buaya 100 mg, daun the 300 mg). Sediaan: 1 dus berisi 15 teh celup @ 2 gram.
4. Pencahar Laksatif Osmotik
a. Duphalac (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 35 gram / 5 mL x 120 mL.
b. Microlax (kandungan: Natrium lauril sulfoasetat 45 mg, Natrium sitrat 450 mg, Asam sorbat 5 mg, PEG 400 625 mg, Sorbitol 4465 mg). Sediaan: enema 5 mL 3 buah.
c. Lactulax (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 60 mL rasa vanila, sirup 120 mL, dan sirup 200 mL.
d. Fosen (kandungan: Natrium fosfat monobase 19 gram, Natrium fosfat dibase 7 gram). Sediaan: enema 118 mL.
e. Pralax syrup (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 35 gram / 5 mL x 100 mL.
f. Constipen (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 66,7% / 5 mL x 120 mL).
g. Fleet enema (kandungan: Monobasic Na fosfat 19 gram, dibasic Na fosfat 7 gram). Sediaan: botol 133 mL.
h. Lantulos (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 43 gram / 5 mL x 60 mL.
i. Opilax (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 335 gram / 5 mL x 60 mL, 120 mL.
j. Solac (laktulosa). Sediaan: sirup 3, 335 gram / 5 mL x 120 mL.
E. SIMPULAN
1. Penanganan awal konstipasi mencakup diet tinggi serat, cukup asupan cairan, dan olahraga teratur.
2. Jika langkah di atas tidak berhasil mengatasi konstipasi, dapat mulai digunakan laksatif.
3. Jika tidak ada indikasi tertentu, pilihan laksatif pertama adalah laksatif pembentuk massa dan laksatif osmotic, jika tidak berhasil, ganti dengan jenis laksatif yang lain.
4. Penggunaan laksatif secara khusus yaitu :
· Lansia
Langkah awal penatalaksanaan adalah mengubah gaya hidup dan diet tinggi serat. Laksatif pilihan utama adalah laksatif stimulant.
· Anak-anak
Langkah awal penatalaksanaan dengan diet tinggi serat dan meningkatkan asupan cairan. Pada anak dapat digunakan pencahar osmotic yang ringan seperti suspense magnesium oksida, laksatif pelunak feses seperti dioctylnatrium sulfosuksinat, dan laksatif pembentuk massa seperti metilselulosa, atau laktulosa, dan juga magnesium oxide sesuai dengan berat ringat konstipasi dan usia.
· Wanita hamil
Langkah awal penatalaksanaan dengan diet tinggi serat, meningkatkan asupan cairan dan olahraga ringan. Laksatif pilihan utama: Laksatif pembentuk massa (bulking agents), laktulosa.
· Pasien dengan DM
2 comments:
Beberapa pilihan laksatif salin adalah garam-garam seperti magnesium hidroksida, magnesium sulfat, magnesium sitrat, sodium fosfat, dan ... magnesiumsulfat.blogspot.de
Dok, kalau saya ada maag dan mengkonsumsi obat antasid sehingga konstipasi, solusinya bagaimana?
Penggunaan laxative seperti vegeta apa diizinkan? Atau sebaiknya menggunakan laxative lainnya?
Saya ada sejarah wasir, dan kalau pakai microlax sakit. Ada solusi lain?
Post a Comment