Saturday, June 18, 2011

LAKSATIF

I. KLASIFIKASI PENCAHAR (LAKSATIF)

A. Pencahar Rangsang

Pencahar rangsang bekerja merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos sehingga mningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Pencahar rangsang menghambat sistem Na+, K+-ATPase yang merupakan sistem kerja utama pencahar. Banyak di antara pencahar rangsag bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini akan meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap sekresi air. Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar sehingga terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek pencahar. Minyak jarak, hanya bekerja pada usus halus memiliki masa laten 3 jam. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis pencahar rangsang.

1. Minyak Jarak (Castrol Oil-Oleum Ricini)

Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan suatu trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh enzim lipase. Asam risinoleat merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar, obat ini tidak banyak lagi digunakan karena banyak obat lain yang lebih aman.

Dosis untuk dewasa adalah 15-60 mL, sedangkan untuk anak-anak adalah 5-15 mL. Efek samping dari minyak jarak antara lain kolik, dehidrasi dengan gangguan elektrolit, confussion, denyut nadi tidak teratur, kram otot, rash kulit, dan kelelahan. Minyak jarak dianjurkan diberikan pagi hari waktu perut kosong. Jika dosisnya ditambah, tidak akan menambah efek pencahar, dan efek pencahar akan terlihat setelah 3 jam.

2. Difenilmetan

a. Fenolftalein

Diberikan per oral dan mengalami absorbsi kira-kira 15% di usus halus. Efek fenolftalein dapat bertahan lama karena mengalami sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein diekskresi melalui tinja, sebagian lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk metabolitnya. Jika diberikan dalam dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk utuh dalam urin, dan pada suasana alkali akan menyebabkan urin dan tinja berwarna merah. Ekskresi melalui ASI sangat kecil sehingga tidak akan mempengaruhi bayi yang sedang disusui.

Sediaan dalam bentuk tablet 125 mg, dosis 60-100 mg. Fenolftalein relatif tidak toksik untuk pengobatan jangka pendek, tetapi dosis yang berlebihan akan meningkatkan kehilangan elektrolit. Bisa menyebabkan reaksi alergi. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-8 jam,

b. Bisakodil

Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang akan merangsangmotilitas usus besar.

Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja.

c. Oksifenisatin asetat

Bagaimana respon tubuh terhadap oksifenisatin asetat mirip dengan bisakodil. Efek pencaharnya tidak melebihi bisakodil. Obat ini jarang digunakan karena dapat menimbulkan hepatitis dan ikterus.

Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria 10 mg. Dosis dewasa oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk anak per oral 1-2 mg. Efek samping bisa berupa hepatitis, ikterus, dan reaksi alergi. Efek pencahar setalh 6-12 jam kemudian.

3. Antrakinon

Efek pencahar golongan ini bergantung pada antrakinon yang dilepaskan dari ikatan glikosidanya. Efek pencahar antrakinon timbul setelah 6 jam. Setelah pemberian oral sebagian akan diabsorbsi dalam bentuk glikosidanya. Sebagian glikosida dihidrolisis oleh enzim flora usus menjadi antrakinon dan bekerja sebagai pencahar di kolon. Efek antrakinon yang tidak diinginkan adalah efek pencahar yang berlebihan. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI sehingga bisa mempengaruhi bayi yang disusui. Melanosis kolon bisa terjadi, namun bisa menghilang dengan penghentian pemakaian obat selama 4-12 bulan.

a. Kaskara Sagrada

Berasal dari kulit pohon Rhamnus purshiana. Sediaan dalam bentuk sirup, eliksir, tablet 125 mg. Dosis 2-5 mL, dosis 100-300 mg. Efek samping adalah pigmentasi mukosa kolon. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI. Efek pencahar bisa telihat setelah 8-12 jam.

b. Sena

Berasal dari daun atau buah Cassia acutifolia atau Cassia angustifolia, terdapat zat aktif senosida A dan B. Sebagian antrakinon yang diabsorbsi akan diekskresi melalui ginjal dengan warna kuning sampai merah bila suasana urin alkali.

Sediaan berupa sirup dan eliksir, dosis 2-4 ml. Sediaan juga da dalam bentuk tablet 280 mg, dosis 0,5-2 g. Efek samping pada penggunaan lama akan menyebabkan kerusakan neuron mesenterik. Efek pencahar akan terliaht setelah 6 jam.

c. Dantron (Dihidroksiantrakinon)

Dantron leboh banyak mengandung antrakinon bebas daripada bentuk glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg, dosis 75-150 mg. Efek pencahar akan terlihat seteah 6-8 jam.

B. Pencahar Garam dan Pencahar Osmotik

Sebagai contoh dari golongan ini adalah garam magnesium, garam natrium, dan laktulosa. Peristaltik usus akan meningkat disebabkan oleh pengaruh tidak langsung karena daya osmotiknya. Air ditarik ke dalam lumen usus dan tinja menjadi lembek setelah 3-6 jam. Absorbsi pencahar garam melalui usus akan berlangsung lambat dan tidak sempurna.

1. Garam Magnesium (MgSO4 atau Garam Inggris)

Diabsorbsi melalui usus kira-kira 20% dan dieksresikan melalui ginjal. Bial fungsi ginjal terganggu, garam magnesium berefek sistemik menyebabkan dehidrasi, kegagalan fungsi ginjal, hipotensi, dan paralisis pernapasan. Jika terjadi hal-hal tersebut, maka harus diberian kalsium secara intravena dan melakukan napas buatan. Garam magnesium tidak boleh diberikan pada pasien gagal ginjal.

Sediaan yang ada misalnya adalah magnesium sulfat dalam bubuk, dosis dewasa 15-30 g; efek pencahar terlihat setelah 3-6 jam. Magnesium oksida dosis dewasa 2-4 g; efek pencahar terliaht seteah 6 jam.

2. Laktulosa

Merupakan suatu disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh enzim usus dan tidak diabsorbsi di usus halus. Laktulosa tersedia dalam bentuk sirup. Obat ini diminum bersama sari buah atau air dalam jumlah cukup banyak. Dosis pemeliharaan harian untuk mengatasi konstipasi sangatlah bervariasi, biasanya 7-10 g dosis tunggal maupun terbagi.

Kadang-kadang dibutuhkan dosis awal yang lebih besar, misalnya 40 g dan efek maksimum laktulosa mungkin terlihat setelah beberapa hari. Untuk keadaan hipertensi portal kronis dan ensefalopati hepar, dosis pemeliharaan biasanya 3-4 kali 20-30 g (30-45 ml) laktulosa sehari; dosis ini disesuaikan dengan defekasi 2-3 kali sehari dan tinja lunak, serta pH 5,5. Laktulosa juga dapat diberikan per rektal.

C. Pencahar Pembentuk Massa

Obat golongan merupakan obat yan berasal dari alam atau dibuat secara semisintetik. Golongan ini bekerja dengan mengikat air dan ion dalam lumen kolon, dengan demikian tinja akan menjadi lebih banyak dan lunak, Sebagian dari komponennya misalnya pektin akan dicerna oleh bakteri kolon dan metabolitnya akan meningkatkan efek pencahar melalui peningkatan osmotik cairan lumen. Contoh sediaan alam ialah agar-agar dan psilium, sedangkan sediaan semisintetik adalah metilselulosa dan natrium karboksimetilselulosa.

1. Metilselulosa

Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui slauran cerna sehingga diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus, emtilselulosa akan mengembang membentuk gel emolien atau larutan kental, yang dapat melunakkan tinja. Mungkin residu yang tidak dicerna merangsang peristaltik usus secara refleks. Efek pencahar diperoleh setelah 12-24 jam, dan efek maksimal setelah beberapa hari pengobatan. Obat ini tidak menimbulkan efek sistemik. Tetapi pada beberapa pasien bisa terjadi obstruksi usus atau esofagus, oleh karena itu metilselulosa tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan mengunyah.

Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid. Sediaan adalam bentuk bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500 mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4 kali 1,5 g / hari.

2. Natrium Karboksimetilselulosa

Obat ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa, hanya saja tidak larut dalam cairan lambung dan bisa digunakan sebagai antasid. Sediaan dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6 g.

3. Psilium (Plantago)

Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih murni dan ditambahkan musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik yang membentuk gelatin bila bercampur dengan air; dosis yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari dalam 250 ml air atau sari buah. Pada penggunaan kronik, psilium dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena mengganggu absorbsi asam empedu,

4. Agar-agar

Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna dan tidak diabsorbsi. Dosis yang dianjurkan ialah 4-16 g. Agar-agar yang biasa dibuat merupakan pencahar massa yang muda didapat. Dosis dewasa 4-16 g.

5. Polikarbofil dan Kalsium Polikarbofil

Merupakan poliakrilik resin hidrofilik yang tidak diabsorbsi, lebih banyak mengikat air dari pencahar pembentuk massa lainnya. Polikarbofil dapat mengikat air 60-100 kali dari beratnya sehingga memperbanyak massa tinja. Preparat ini mengandung natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium polikarbofil dilepaskan ion Ca2+, sehingga tidak boleh diberikan pada pasiendengan pembatasan asupan kalium. Dosis dewasa 1-2 kali 1000 mg / hari, maksimum 6 g / hari, disertai air minum 250 ml.

D. Pencahar Emolien

Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik usus, baik secara langsung maupun tidak langsung.

1. Zat Penurun Tegangan Permukaan (Surface Active Agent)

Obat yang termasuk golongan ini adalah dioktilnatrium sulfosuksinat dan parafin.

a. Dioktilnatrium Sulfosuksinat

Cara kerja dioktilnatrium sulfosuksinat adalah dengan menurunkan tegangan sehingga memepermudah peneterasi air dan lemak ke dalam masa tinja. Tinja menjadi lunak setelah 24-48 jam.

Sediaan dalam tablet 50-300 mg, suspensi 4 mg / ml. Dosis untuk anak 10-40 mg / hari, sedangkan dosis untuk dewasa adalah 50-500 mg / hari. Penggunaan bisa mengakibatkan efek samping berupa kolik usus, bahkan muntah dan diare. Dioktiknatrium sulfosuksinat juga bersifat hepatotoksik.

b. Parafin Cair (Mineral Oil)

Adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. Setelah minum obat ini, maka tinja akan menjadi lunak disebabkan berkurangnya reabsorbsi air dari tinja. Parafin cair tidak dicerna di dalam usus dan hanya sedikit yang diabsorbsi. Yang diabsorbsi ditemukan pada limfonosi mesenterik, hati, dan limpa.

Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari. Kebiasaan menggunakan parafin cair akan mengganggu absorbsi zat larut lemak, misalnya absorbsi karoten menurun 50%, juga absorbsi vitamin A dan D akan menurun. Absorbsi vitamin K menurun akibat hipoprotrombinemia; dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid. Obat ini juga memiliki efek samping berupa pruritus ani, menyulitkan oenyemuhan pascabedah anorektal, dan bisa menyebabkan perdarahan. Jadi untuk penggunaan kronik, obat ini tidak aman.

2. Minyak Zaitun

Minyak zaitun yang dicerna akan menurunkan sekresi dan motilitas lambung dan juga bisa merupakan sumber energi. Dosis yan dianjurkan sebanyak 30 mg.