Tuesday, May 15, 2012

KULIT KELAMIN : PATOFISIOLOGI DELLE MOLUSKUM KONTAGIOSUM, RESPONS IMUNOLOGI VIRUS MULOUSKUM, DAN KERJA IMIQUIMOD


TUGAS RESPONSI MOLUSKUM KONTAGIOSUM
(KAMIS, 5 JANUARI 2012)

1.      Bagaimana mekanisme terbentuknya delle pada moluskum kontagiosum ?
Secara histopatologis, lesi menunjukkan adanya bentukan bulat atau lonjong, multipel, yang merupakan badan inklusi eosinofilik atau basofilik. Pada mikroskop elektron, badan inklusi mengandung banyak sekali partikel virus. Partikel-partikel tersebut dan juga badan inklusi menyebabkan terjadinya akantosis yang invasif yang mengakibatkan hiperplasia dan penebalan dermis. Sehingga permukaan epidermis mengelupas dan membentuk kavitas sentral yang terbuka melalui pori-pori. Kemudian selanjutnya terbentuk nodul yang mengandung inklusi intrasitoplasmik yang terdapat virion di dalamnya, disebut sebagai badan moluskum berbentuk bulat, bersifat eosinofilik dan ditemukan pada epidermis lapisan bawah. 1,2

2.      Bagaimana mekanisme kerja krim imiquimod pada penatalaksanaan moluskum kontagiosum ?
Imiquimod merupakan suatu obat untuk memodulasi atau mengaktivasi sistem imun. Imiquimod mengaktivasi sel-sel imun melalui toll-like receptor 7 (TLR 7), yang terlibat dalam pengenalan patogen. Sel yang teraktivasi oleh imiquimod melalui TLR 7 mensekresikan sitokin : IFN-alfa, IL-6, dan TNF-alfa.
Saat imiquimod diaplikasikan ke kulit, dapat mengaktifkan sel Langerhans yang kemudian sebagian bermigrasi ke nodus limfatikus lokal untuk mengaktivasi sistem imun adaptif atau spesifik. Tipe sel lain yang teraktivasi oleh imiquimod, yaitu natural killer cell (sel NK), makrofag, dan limfosit B.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa imiquimod memiliki efek antiproliferasi epidermis secara invitro yang tidak bergantung pada fungsi atau aktivasi sistem imun. Imiquimod memiliki efek peningkatan level opioid growth factor receptor (OGFr). Melalui bloking OGFr dengan teknologi small interferring RNA (siRNA), imiquimod memiliki efek antiproliferasi epidermis. 3

3.      Bagaimana respons imun dan peran status imun pada moluskum kontagiosum ?
Virus memiliki sifat-sifat khusus, yaitu dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi, dapat berkembang biak di dalam sel pejamu tanpa merusaknya, adakalanya juga mengganggu fungsi khusus sel yang terinfeksi tanpa merusaknya secara nyata, dan kadang-kadang virus juga merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari tubuh. Patogenesis infeksi virus moluskum kontagiosum (MOCV) adalah melalui kontak langsung.
Respons imun pada pasien dengan status imun imunokompeten terhadap virus, akan melibatkan respons nonspesifik maupun respons spesifik. Ada 2 mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu 1) Infeksi virus secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi untuk menghambat replikasi virus; 2) Sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK mampu melisiskan sel yang terinfeksi virus, walaupun virus dapat menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC I, karena sel NK cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC-nya negatif.
Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi. Antibodi tersebut dapat menetralkan antigen virus dan dapat melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibodi dapat juga menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui proses yang sama. Antibodi juga dapat mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur.
Selain respons imun humoral (antibodi), respons imun seluler merupakan respons yang paling penting, terutama infeksi virus sitopatik. Respons imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC (Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity), dan interaksi dengan MHC kelasi I. Peran IFN sebagai antivirus sangatlah penting, yaitu IFN-alfa dan IFN-beta. Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui : peningkatan ekspresi MHC kelas I, aktivasi sel NK dan makrofag, menghambat replikasi virus. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat penetrasi virus ke dalam sel dan budding virus dari sel yang terinfeksi.
Sel T sitotoksik selain bersifat protektif juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Pada infeksi virus moluskum kontagiosum, makrofag juga dapat membubuh virus tersebut. Virus hanya dapat berkembang intraseluler karena membutuhkan DNA pejamu untuk melakukan replikasi. Akibatnya, virus dapat merusak sel-sel organ tubuh lain terutama jika virus tersebut bersifat sitopatik. Namun jika tidak bersifat sitopatik, maka infeksi virus bersifat kronik dengan menyebar ke sel-sel lain. 4
Infeksi MOCV merupakan suatu bentuk infeksi yang bersifat self-limited, artinya dapat sembuh sendiri jika pasien memiliki status imunokompeten. Setiap lesi dapat menetap selama 6 sampai 9 bulan, tetapi ada juga yang menetap selama beberapa tahun. Jika status imun baik, maka respons imun nonspesifik maupun spesifik dapat menetralkan antigen MOCV. 5




DAFTAR PUSTAKA

1.      Taillac PP. Molluscum Contagiosum in Emergency Medicine. 2008. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://emedicine.medscape.com/article/762548-overview#showall

2.      Reed K. Handbook of Ocular Disease Management; Molluscum Contagiosum. 2011. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://cms.revoptom.com/handbook/oct02_sec1_1.htm

3.      Navi D, Huntley A. Imiquimod 5 percent cream and the treatment of cutaneus malignancy. 2004. Dermatology Online Journal 10 (1): 4.

4.      Kresno SB. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2001.h.178-80.

5.   Brannon H. Molluscum Contagiosum. 2005. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://dermatology.about.com/od/infectionvirus/a/mollcontag.htm