Tuesday, May 15, 2012

KULIT KELAMIN : PATOFISIOLOGI DELLE MOLUSKUM KONTAGIOSUM, RESPONS IMUNOLOGI VIRUS MULOUSKUM, DAN KERJA IMIQUIMOD


TUGAS RESPONSI MOLUSKUM KONTAGIOSUM
(KAMIS, 5 JANUARI 2012)

1.      Bagaimana mekanisme terbentuknya delle pada moluskum kontagiosum ?
Secara histopatologis, lesi menunjukkan adanya bentukan bulat atau lonjong, multipel, yang merupakan badan inklusi eosinofilik atau basofilik. Pada mikroskop elektron, badan inklusi mengandung banyak sekali partikel virus. Partikel-partikel tersebut dan juga badan inklusi menyebabkan terjadinya akantosis yang invasif yang mengakibatkan hiperplasia dan penebalan dermis. Sehingga permukaan epidermis mengelupas dan membentuk kavitas sentral yang terbuka melalui pori-pori. Kemudian selanjutnya terbentuk nodul yang mengandung inklusi intrasitoplasmik yang terdapat virion di dalamnya, disebut sebagai badan moluskum berbentuk bulat, bersifat eosinofilik dan ditemukan pada epidermis lapisan bawah. 1,2

2.      Bagaimana mekanisme kerja krim imiquimod pada penatalaksanaan moluskum kontagiosum ?
Imiquimod merupakan suatu obat untuk memodulasi atau mengaktivasi sistem imun. Imiquimod mengaktivasi sel-sel imun melalui toll-like receptor 7 (TLR 7), yang terlibat dalam pengenalan patogen. Sel yang teraktivasi oleh imiquimod melalui TLR 7 mensekresikan sitokin : IFN-alfa, IL-6, dan TNF-alfa.
Saat imiquimod diaplikasikan ke kulit, dapat mengaktifkan sel Langerhans yang kemudian sebagian bermigrasi ke nodus limfatikus lokal untuk mengaktivasi sistem imun adaptif atau spesifik. Tipe sel lain yang teraktivasi oleh imiquimod, yaitu natural killer cell (sel NK), makrofag, dan limfosit B.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa imiquimod memiliki efek antiproliferasi epidermis secara invitro yang tidak bergantung pada fungsi atau aktivasi sistem imun. Imiquimod memiliki efek peningkatan level opioid growth factor receptor (OGFr). Melalui bloking OGFr dengan teknologi small interferring RNA (siRNA), imiquimod memiliki efek antiproliferasi epidermis. 3

3.      Bagaimana respons imun dan peran status imun pada moluskum kontagiosum ?
Virus memiliki sifat-sifat khusus, yaitu dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi, dapat berkembang biak di dalam sel pejamu tanpa merusaknya, adakalanya juga mengganggu fungsi khusus sel yang terinfeksi tanpa merusaknya secara nyata, dan kadang-kadang virus juga merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari tubuh. Patogenesis infeksi virus moluskum kontagiosum (MOCV) adalah melalui kontak langsung.
Respons imun pada pasien dengan status imun imunokompeten terhadap virus, akan melibatkan respons nonspesifik maupun respons spesifik. Ada 2 mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu 1) Infeksi virus secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi untuk menghambat replikasi virus; 2) Sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK mampu melisiskan sel yang terinfeksi virus, walaupun virus dapat menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC I, karena sel NK cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC-nya negatif.
Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi. Antibodi tersebut dapat menetralkan antigen virus dan dapat melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibodi dapat juga menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui proses yang sama. Antibodi juga dapat mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur.
Selain respons imun humoral (antibodi), respons imun seluler merupakan respons yang paling penting, terutama infeksi virus sitopatik. Respons imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC (Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity), dan interaksi dengan MHC kelasi I. Peran IFN sebagai antivirus sangatlah penting, yaitu IFN-alfa dan IFN-beta. Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui : peningkatan ekspresi MHC kelas I, aktivasi sel NK dan makrofag, menghambat replikasi virus. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat penetrasi virus ke dalam sel dan budding virus dari sel yang terinfeksi.
Sel T sitotoksik selain bersifat protektif juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Pada infeksi virus moluskum kontagiosum, makrofag juga dapat membubuh virus tersebut. Virus hanya dapat berkembang intraseluler karena membutuhkan DNA pejamu untuk melakukan replikasi. Akibatnya, virus dapat merusak sel-sel organ tubuh lain terutama jika virus tersebut bersifat sitopatik. Namun jika tidak bersifat sitopatik, maka infeksi virus bersifat kronik dengan menyebar ke sel-sel lain. 4
Infeksi MOCV merupakan suatu bentuk infeksi yang bersifat self-limited, artinya dapat sembuh sendiri jika pasien memiliki status imunokompeten. Setiap lesi dapat menetap selama 6 sampai 9 bulan, tetapi ada juga yang menetap selama beberapa tahun. Jika status imun baik, maka respons imun nonspesifik maupun spesifik dapat menetralkan antigen MOCV. 5




DAFTAR PUSTAKA

1.      Taillac PP. Molluscum Contagiosum in Emergency Medicine. 2008. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://emedicine.medscape.com/article/762548-overview#showall

2.      Reed K. Handbook of Ocular Disease Management; Molluscum Contagiosum. 2011. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://cms.revoptom.com/handbook/oct02_sec1_1.htm

3.      Navi D, Huntley A. Imiquimod 5 percent cream and the treatment of cutaneus malignancy. 2004. Dermatology Online Journal 10 (1): 4.

4.      Kresno SB. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2001.h.178-80.

5.   Brannon H. Molluscum Contagiosum. 2005. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://dermatology.about.com/od/infectionvirus/a/mollcontag.htm

Saturday, January 21, 2012

KULIT DAN KELAMIN - MOLUSKUM KONTAGIOSUM (TUGAS)

1. Bagaimana mekanisme terbentuknya delle pada moluskum kontagiosum ?

Secara histopatologis, lesi menunjukkan adanya bentukan bulat atau lonjong, multipel, yang merupakan badan inklusi eosinofilik atau basofilik. Pada mikroskop elektron, badan inklusi mengandung banyak sekali partikel virus. Partikel-partikel tersebut dan juga badan inklusi menyebabkan terjadinya akantosis yang invasif yang mengakibatkan hiperplasia dan penebalan dermis. Sehingga permukaan epidermis mengelupas dan membentuk kavitas sentral yang terbuka melalui pori-pori. Kemudian selanjutnya terbentuk nodul yang mengandung inklusi intrasitoplasmik yang terdapat virion di dalamnya, disebut sebagai badan moluskum berbentuk bulat, bersifat eosinofilik dan ditemukan pada epidermis lapisan bawah. 1,2

2. Bagaimana mekanisme kerja krim imiquimod pada penatalaksanaan moluskum kontagiosum ?

Imiquimod merupakan suatu obat untuk memodulasi atau mengaktivasi sistem imun. Imiquimod mengaktivasi sel-sel imun melalui toll-like receptor 7 (TLR 7), yang terlibat dalam pengenalan patogen. Sel yang teraktivasi oleh imiquimod melalui TLR 7 mensekresikan sitokin : IFN-alfa, IL-6, dan TNF-alfa.

Saat imiquimod diaplikasikan ke kulit, dapat mengaktifkan sel Langerhans yang kemudian sebagian bermigrasi ke nodus limfatikus lokal untuk mengaktivasi sistem imun adaptif atau spesifik. Tipe sel lain yang teraktivasi oleh imiquimod, yaitu natural killer cell (sel NK), makrofag, dan limfosit B.

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa imiquimod memiliki efek antiproliferasi epidermis secara invitro yang tidak bergantung pada fungsi atau aktivasi sistem imun. Imiquimod memiliki efek peningkatan level opioid growth factor receptor (OGFr). Melalui bloking OGFr dengan teknologi small interferring RNA (siRNA), imiquimod memiliki efek antiproliferasi epidermis. 3

3. Bagaimana respons imun dan peran status imun pada moluskum kontagiosum ?

Virus memiliki sifat-sifat khusus, yaitu dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi, dapat berkembang biak di dalam sel pejamu tanpa merusaknya, adakalanya juga mengganggu fungsi khusus sel yang terinfeksi tanpa merusaknya secara nyata, dan kadang-kadang virus juga merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari tubuh. Patogenesis infeksi virus moluskum kontagiosum (MOCV) adalah melalui kontak langsung.

Respons imun pada pasien dengan status imun imunokompeten terhadap virus, akan melibatkan respons nonspesifik maupun respons spesifik. Ada 2 mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu 1) Infeksi virus secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi untuk menghambat replikasi virus; 2) Sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK mampu melisiskan sel yang terinfeksi virus, walaupun virus dapat menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC I, karena sel NK cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC-nya negatif.

Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi. Antibodi tersebut dapat menetralkan antigen virus dan dapat melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibodi dapat juga menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui proses yang sama. Antibodi juga dapat mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur.

Selain respons imun humoral (antibodi), respons imun seluler merupakan respons yang paling penting, terutama infeksi virus sitopatik. Respons imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC (Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity), dan interaksi dengan MHC kelasi I. Peran IFN sebagai antivirus sangatlah penting, yaitu IFN-alfa dan IFN-beta. Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui : peningkatan ekspresi MHC kelas I, aktivasi sel NK dan makrofag, menghambat replikasi virus. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat penetrasi virus ke dalam sel dan budding virus dari sel yang terinfeksi.

Sel T sitotoksik selain bersifat protektif juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Pada infeksi virus moluskum kontagiosum, makrofag juga dapat membubuh virus tersebut. Virus hanya dapat berkembang intraseluler karena membutuhkan DNA pejamu untuk melakukan replikasi. Akibatnya, virus dapat merusak sel-sel organ tubuh lain terutama jika virus tersebut bersifat sitopatik. Namun jika tidak bersifat sitopatik, maka infeksi virus bersifat kronik dengan menyebar ke sel-sel lain. 4

Infeksi MOCV merupakan suatu bentuk infeksi yang bersifat self-limited, artinya dapat sembuh sendiri jika pasien memiliki status imunokompeten. Setiap lesi dapat menetap selama 6 sampai 9 bulan, tetapi ada juga yang menetap selama beberapa tahun. Jika status imun baik, maka respons imun nonspesifik maupun spesifik dapat menetralkan antigen MOCV. 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Taillac PP. Molluscum Contagiosum in Emergency Medicine. 2008. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://emedicine.medscape.com/article/762548-overview#showall

2. Reed K. Handbook of Ocular Disease Management; Molluscum Contagiosum. 2011. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://cms.revoptom.com/handbook/oct02_sec1_1.htm

3. Navi D, Huntley A. Imiquimod 5 percent cream and the treatment of cutaneus malignancy. 2004. Dermatology Online Journal 10 (1): 4.

4. Kresno SB. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2001.h.178-80.

5. Brannon H. Molluscum Contagiosum. 2005. (Cited 2012 Januari 5). Available from : http://dermatology.about.com/od/infectionvirus/a/mollcontag.htm

KULIT DAN KELAMIN - MOLUSKUM KONTAGIOSUM

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

I. DEFINISI

Moluskum kontagiosum merupakan suatu penyakit infeksi virus pada kulit yang disebabkan oleh virus golongan poxvirus genus Molluscipox dengan wujud klinis berupa benjolan pada kulit atau papul-papul multiple yang berumbilikasi di tengah, mengandung badan moluskum, serta dapat sembuh dengan sendirinya. 1

II. EPIDEMIOLOGI

Moluskum kontagiosum dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di negara tropis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak. Biasanya pada dewasa oleh karena hubungan seksual. Media penularan penyakit ini melalui kontak langsung. Penyakit ini menyebar dengan cepat pada suatu komunitas yang padat dengan higienitas yang kurang. 2

Pada negara tropis, insiden paling tinggi pada anak-anak dengan rentang usia 2 dan 3 tahun. Sedangkan pada negara maju, biasanya pada anak-anak sekolah karena penggunaan kolam renang yang bersama-sama. Studi di Jepang pada tahun 2008, menyatakan bahwa terdapat 7000 anak terserang moluskum kontagiosum dengan 75% di antaranya memiliki riwayat penggunaan kolam renang bersama. 2,3 Di Amerika Serikat, pada tahun 2003, hanya ditemukan 5% anak-anak yang terkena moluskum kontagiosum, dan kira-kira antara 5-20% menyerang dewasa dengan AIDS. 1

III. ETIOLOGI

Moluskum kontagiosum disebabkan oleh suatu virus dari golongan poxvirus. Dalam taksonomi, virus ini termasuk dalam ordo Poxviridae, famili Chordopoxvirinae, genus Molluscipox virus, spesies Molluscum contagiosum virus (MOCV). Virus ini termasuk golongan double strained DNA (dsDNA).

Virion dari MOCV ditemukan dengan struktur beramplop, berbentuk seperti bata dengan ukuran 320x250x200 nm. Partikel virus ini terdiri dari 2 bentuk infeksius yang berbeda, yaitu internal mature virus (IMV) dan external enveloped virus (EEV).

Gambar 1. MOCV Dilihat Melalui Mikroskop Elektron

Gambar 2. Virion MOCV

Virus ini memiliki struktur genome linier, dengan dsDNA kira-kira 190 kB, genome linier diapit degan sekuens inverted terminal repeat (ITR) yang secara kovalen saling terikat pada ujung-ujungnya.

Proses replikasi virus ini terjadi di sitoplasma. Virus akan menyisip ke glycosaminoglycans (GAGs) pada permukaan sel target atau oleh komponen matriks ekstraseluler, kemudian memicu fusi membran, dan melepaskan inti virus ke dalam sitoplasma. Pada fase awal, gen awal ditranskripsi di sitoplasma oleh polymerase RNA virus, ekspresi gen awal akan terbentuk 30 menit pascainfeksi. Ekspresi paling akhir adalah tidak terselubungnya inti virus dan genom virus sekarang sudah benar-benar bebas di sitoplasma. Fase intermediet, gen intermediet akan diekspresikan di sitoplasma, memicu terjadinya replikasi DNA genom kira-kira 100 menit pascainfeksi. Dan yang terakhir adalah fase akhir, gen akhir diekspresikan dalam waktu 140 menit sampai dengan 48 jam pascainfeksi, memproduksi struktur protein virus lengkap.

Pembentukan virion progenik dimulai saat terdapat penyatuan antara membran internal sel yang terinfeksi, dan menghasilkan partikel sferis imatur. Partikel ini kemudian menjadi matur dengan menjadi struktur IMV yang menyerupai bata. Virion IMV dapat dilepas melalui lisisnya sel, kemudian dapat memperoleh membran dobel kedua dari trans-Golgi dan tunas yang kemudian dikenal sebagai EEV. 4

Menurut subtipe MOCV, terdapat 4 subtipe, yaitu MOCV I, MOCV II, MOCV III, dan MOCV IV. Subtipe MOCV I yang lebih sering menyebabkan infeksi, kira-kira sekitar 75-90%. Sedangkan MOCV II, III, dan IV akan menyebabkan moluskum kontagiosum jika pada orang-orang dengan keadaan imunitas immunocompromised. 1

IV. PENULARAN

Secara umum, memang penularan moluksum kontagiosum adalah melalui kontak langsung dari orang ke orang melalui barang-barang, seperti misalnya pakaian, handuk, alat cuci atau alat mandi. Selain itu, moluskum kontagiosum juga dapat ditularkan melalui kontak olahraga. Saat seseorang menyentuh lesi di suatu bagian tubuh, kemudian dia menyentuhkannya ke bagian tubuh lainnya, makanya akan dapat menyebarkan MOCV juga, proses ini disebut sebagai autoinokulasi. Jika yang terkena adalah daerah wajah, saat mencukur kumis atau jenggot juga dapat menyebarkan virus. Meskipun penularannya secara umum tergolong rendah, tetapi tidak diketahui berapa lama seseorang yang terinfeksi dapat menularkan atau menyebarkan virus tersebut. 3 Tungau juga bisa menjadi kemungkinan penyebaran virus penyebab moluskum kontagiosum. 1

Jika terdapat suatu kejadian luar biasa atau wabah moluskum kontagiosum, maka perlu diperhatikan beberapa kemungkinan penularannya, yaitu :

1. Kolam renang

2. Kontak saat olahraga (misalnya gulat)

3. Proses pembedahan (tangan seorang ahli bedah yang terkena moluskum kontagiosum)

4. Proses tato (jarang)

5. Hubungan seksual; lesi moluskum kontagiosum oleh karena hubungan seksual biasanya berkembang dalam jangka waktu 2-3 bulan setelahnya. Jika ada anak-anak dengan lesi moluskum kontagiosum di daerah genital, maka bisa curiga ke arah kekerasan seksual pada anak.

V. PATOGENESIS

Inkubasi rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan kisaran ekstrim sampai 6 bulan. Infeksi dan infestasi MOCV menyebabkan hyperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus bebas dapat ditemukan pada epidermis. Jadi pabrik MOCV berlokasi di lapisan sel granular dan malphigi. Badan moluskum banyak mengandung virion MOCV matur yang banyak mengandung struktur collagen-lipid-rich saclike intraseluler yang diduga berperan penting dalam mencegah reaksi sistem imun host untuk mengenalinya. Ruptur dan pecahnya sel yang mengandung virus terjadi pada bagian tengah lesi. MOCV menimbulkan tumor jinak selain juga menyebabkan lesi pox nekrotik. 1

VI. MANIFESTASI KLINIS

Pada kulit akan tampak lesi umbilikata yang multipel. Lesi tersebut papul berbatas tegas, licin, dan berbentuk kubah (dome shaped) sewarna kulit. Ukuran papul bervariasi dari 2-6 milimeter. Di bagian tengah lesi, biasanya terdapat lekukan (delle) kecil, berisi bahan seperti nasi dan berwarna putih yang merupakan cirri khas dari moluskum kontagiosum.

Gambar 3. Moluskum Kontagiosum pada Lengan dan Badan

Gambar 4. Moluskum Kontagiosum pada Penis

Benjolan biasanya tidak terasa gatal, tidak terasa nyeri. Namun papul bisa meradang, misalnya karena garukan, sehigga teraba hangat dan berwarna kemerahan. Jika terjadi infeksi sekunder, bisa terjadi supurasi. Lokasi bisa di wajah, badan, kadang-kadang pada perut, bagian bawah perut, dan genitalia. 1

Pasien anak dengan dermatitis atopik, 10% mengalami moluskum kontagiosum, dan bisa mengalami perluasan. Namun, prevalensi moluskum kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik, memiliki hubungan langsung yang rendah. Walaupun luas daerah yang terkena moluskum kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik lebih besar dibandingkan dengan anak tanpa dermatitis atopik, tetapi dalam suatu penelitian Seize, dkk tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik. 5

VII. DERMATOPATOLOGI

Gambaran histopatologi pada sediaan kulit dengan moluskum kontagiosum adalah proliferasi sel-sel stratum spinosum membentuk lobuli. Lobuli dipisahkan oleh septa jaringan ikat, di dalamnya terdapat badan moluskum berupa sel-sel bulat atau lonjong yang berbentuk seperti telur, berdinding licin homogen. Sediaan diambil pada inti sentral yang paling tebal, kemudian diwarnai dengan Giemsa, Gram, atau Wright, atau Papanicolaou. 1

Gambar 5. Gambaran Histopatologi Moluskum Kontagiosum

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Veruka vulgaris : vegetasi lentikular, permukaan kasar, kering, warna keabu-abuan, kulit di sekitarnya tidak meradang

2. Keratoakantoma : biasanya nodula-nodula keras, pada bagian tengah didapati sumbatan keratin, bisa ditemukan di wajah, telinga, punggung, dan tangan

IX. TERAPI

Terapi yang diberikan intinya adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum. Bisa menggunakan teknik cryosurgery, evisceration, curettage, elektrokauterisasi, adhesive tape stripping.

Selain itu bisa juga dicoba obat-obatan, seperti misalnya podophyllin dan podofilox. Berupa suspensi 25% dalam bentuk larutan benzoin atau alkohol dapat diterapkan seminggu sekali. Pengobatan ini memerlukan beberapa tindakan pencegahan. Mengadung dua mutagen, quercetin dan kaempherol. Beberapa efek samping termasuk kerusakan erosif parah pada kulit normal yang berdekatan yang dapat menyebabkan jaringan parut dan efek sistemik seperti neuropati perifer, kerusakan ginjal, illeus, leukopenia, dan trombositopenia, terutama jika digunakan pada permukaan mukosa. Podofilox adalah alternatif yang lebih aman untuk podofilin dan dapat digunakan oleh pasien di rumah. Penggunaan yang direkomendasikan biasanya terdiri dari penerapan 0,05 ml podofiloks 5% dalam etanol berbufer laktat dua kali sehari selama 3 hari. Agen aktif ini mutlak dikontraindikasikan pada kehamilan.

Cantharidin (larutan 0,9% dari collodian dan aseton) telah digunakan dengan sukses dalam pengobatan moluskum kontagiosum. Agen ini diterapkan hati-hati ke kubah dari lesi dengan atau tanpa oklusi dan dibiarkan di tempatnya selama sedikitnya 4 jam sebelum dicuci. Cantharidin bisa menyebabkan pelepuhan parah. Ini harus diuji pada satu lesi dahulu sebelum mengobati sejumlah besar lesi. Tidak boleh digunakan pada wajah. Ketika dapat ditoleransi, pengobatan ini diulang setiap minggu. Biasanya diperlukan perawatan 1-3 kali.

Iodine solution dan salicylic acid plaster, berupa sebuah larutan iodin 10% ditempatkan pada papula moluskum dan, saat kering, ditutupi dengan potongan-potongan kecil dari plester asam salisilat 50% dan tape. Proses ini diulang setiap hari setelah mandi. Setelah lesi telah menjadi eritematosa dalam 3-7 hari, hanya larutan iodin yang diterapkan. Hasil telah dilaporkan rata-rata 26 hari. Dapat mengakibatkan maserasi dan erosi.

Krim tretinoin 0,1% telah digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum. Hal ini diterapkan dua kali sehari ke lesi. Hasil telah dilaporkan rata-rata 11 hari. Efek samping berpa eritema. Tretinion krim 0,05% juga telah digunakan dengan sukses dan terdapat penurunan iritasi.

Cidofovir. Sidofovir adalah analog nukleosida yang memiliki sifat antiviral yang manjur. Beberapa studi kecil dan laporan kasus menggambarkan keberhasilan penggunaan sidofovir yang dioleskan atau dengan injeksi intralesi di beberapa penyakit kulit virus. Krim sidofovir 3% telah berhasil digunakan untuk mengobati moluskum kontagiosum dalam studi, dengan rentang waktu dalam 2-6 minggu. Namun biaya tinggi, butuh banyak persiapan, dan karsinogenik dalam hasil dari beberapa studi. telah membatasi penggunaannya.1

Imiquimod krim 5% telah digunakan secara topikal untuk mengobati moluskum kontagiosum dengan menginduksi tingkat tinggi IFN-α dan sitokin lain secara lokal. Diterapkan ke area tiap malam selama 4 minggu. Hasil yang diperoleh dapat tercapai hingga 3 bulan. 6

X. PROGNOSIS

Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, maka jarang atau tidak akan residif.