Saturday, November 15, 2008

LAPORAN OSTEOARTRITIS

For any1 who needs this information, u can read it intentionally, or even u make my composition as ur reference!!For anyfault, i aint responsible!D most important qualification if u want to read and make as reference for ur mind, u have to tell me by sending sms or contacting me to +6281328452132 OR +6285643359787 OR +6281804470620 OR +62818254833 !It's forbidden for u to make my composition for ur goal without telling me 1st!!!!!
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sendi atau joint adalah titik hubungan antara tulang dengan tulang, kartilago dengan tulang, dan gigi dengan tulang. Pada persendian jika suatu titik lebih dekat dengan hubungan pada titik kontak, maka titik itu lebih kuat daripada titik yang letaknya lebih jauh dari persendian. Keluasan gerak sendi dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Fitted joints yang erat, jika dalam hubungan antartulang tersebut tidak ada gerakan.
- Fitted joints yang lebih longgar, jika dalam hubungan antartulang tersebut ada pergerakan yang bebas.
- Fitted joints yang sangat longgar, jika dalam hubungan antartulang tersebut sangat memungkinkan terjadinya dislokasi.
Pergerakan dalam sendi juga ditentukan oleh 3 faktor, yaitu:
- Struktur/bentuk tulang-tulang yang saling berhubungan (tulang-tulang persendian)
- Fleksibilitas (tegangan dan keeratan) dari ligamentum jaringan ikat dan kapsul sendi yang mengikat tulang-tulang secara bersamaan
- Posisi ligamentum, otot-otot, dan tendon
Sedangkan klasifikasi sendi, dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
- Functionally classified (berdasar atas derajat pergerakan yang dibentuk), ada 3 macam: sinartrosis (immovable joints/tidak memungkinkan gerakan), amfiartrosis (slightly movable joints/memungkinkan sedikit gerakan), dan diartrosis (freely movable/memungkinkan gerakan bebas)
- Structurally classified (berdasar atas ada tidaknya synovial cavity/ruang antara tulang-tulang yang berhubungan dan jenis jaringan ikat yang mengikat tulang-tulang tersebut), ada 3 macam: fibrous joint (tidak ada synovial cavity, tulang-tulang diikatkan bersama-sama oleh jaringan pengikat fibrous), cartilaginous joint (tidak ada synovial cavity, tulang-tulang diikatkan bersama-sama oleh kartilago), dan synovial joint (ada synovial cavity, tulang-tulang pembentuk sendi dipersatukan oleh kapsul artikuler di sekelilingnya dan kadang-kadang terdapat accessory ligament)
Dari skenario 2 Blok Muskuloskeletal, ada beberapa masalah penting, yaitu :
Ø Riwayat Penyakit Sekarang, berupa:
- Seorang perempuan berusia 60 tahun mengeluh nyeri pada sendi lutu kirinya, terutama pada saat berjalan dan naik tangga.
- Biasanya diobati sendiri tetapi tidak kunjung sembuh sehingga sekarang berobat ke dokter.
- Penderita diberi obat untuk OA dan osteoporosis, serta dokter menyarankan untuk mengkonsultasikan ke bagian Rehabilitasi Medik.
- Diagnosis doker: penderita mengalami osteoartritis
Ø Riwayat Penyakit Dahulu, berupa:
- Keluhan tersebut timbul sejak 2 tahun yang lalu dan kambuh-kambuhan sehingga menggangu pekerjaannya sebagai kuli gendong di pasar Legi, dan biasanya diberi obat sendiri yang dijual bebas dan dibeli tanpa resep.
Ø Keterangan Penunjang, berupa:
- Hasil pemeriksaan fisik: pada lutut kiri didapatkan tanda-tanda radang dan keterbatasan gerak sendi (ROM/Range of Motion)
- Hasil pemeriksaan X foto rontgen: tampak adanya osteofit yang mendukung ke arah osteoartritis
- Hasil pemeriksaan Bone Marrow Density (BMD): osteoporosis
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah: CRP meningkat, Rheumatoid Factor negatif
B. Rumusan Masalah
Dari masalah-masalah yang ada pada skenario di atas, dan hal-hal yang akan dibahas, antara lain :
a. Anatomi, fisiologi, dan histologi sendi
b.Osteoartritis
c. Osteoporosis
C. Tujuan Penulisan
Ø Mengetahui hal yang aneh dalam pemeriksaan fisik dan keterangan-keterangan mengenai pasien tersebut.
Ø Mengetahui gejala-gejalanya lebih lanjut dan penatalaksanaannya.
Ø Pentingnya masalah tersebut untuk dibahas adalah agar kita lebih bisa menambah pengetahuan kita tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem kerja sendi dan penyelesaiaannya dalam masyarakat.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi sistem muskuloskeletal meliputi anatomi, histologi dan fisiologi.
b. Menjelaskan mekanisme sel dan biolistrik.
c. Menjelaskan mekanisme penghantaran neuromuskuler.
d. Menjelaskan patogenesis, patologi, dan patofisiologi penyakit muskuloskeletal non-trauma.
e. Menjelaskan penanganann yang komprehensif kelainan dan penyakit pada muskuloskeletal.
f. Menjelaskan efektivitas penanganan dan prognosis pada kelainan muskuloskeletal.
g. Menjelaskan penanganan komplikasi dan kecacatan pada muskuloskeletal.
h. Melakukan keterampilan untuk menunjang diagnosis pada kasus muskuloskeletal meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
i. Menerapkan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif pada kelainan muskuloskeletal di mana pada tahap ini mahasiswa mampu memberikan penjelasan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif pada kelainan muskuloskeletal.
j. Menjelaskan perubahan-perubahan post mortem pada muskuloskeletal.
k. Menggunakan teknologi informasi untuk mencari informasi terkini mengenai penyakit muskuloskeletal.
l. Merancang manajemen penyakit dan kelainan muskuloskeletal.

2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Sendi
Dalam bagian ini, hanya akan dibahas sedikit mengenai persendian yang diklasifikasikan berdasarkan strukturnya. Berdasar atas strukturbya, dibagi menjadi 3 macam: (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
a. Fibrous Joints (kekurangan synovial cavity, tulang-tulang sendi dibentuk sangat erat oleh jaringan pengikat fibrous, sedikit gerakan atau bahkan tidak ada gerakan), ada 3 macam:
- Suture, terdapat pada tulang-tulang tengkorak. Tulang-tulang dipersatukan oleh lapisan tipis jaringan pengikat fibrous padat. Struktur iregulernya menambah kekuatan dan mengurangi risiko fraktur. Jenis ini termasuk dalam sinartrosis, beberapa sutura selama masa pertumbuhan digantikan oleh tulang sehingga disebut sinostosis (termasuk dalam sinartrosis).
- Syndesmosis, pada jenis pesendian ini jaringan pengikat fibrous adalah penghubungnya tetapi jumlahnya lebih banyak daripada di dalam suture, hubungan antartulangnya pun tidak cukup erat. Termasuk dalam jenis amfiartrosis karena tulang-tulang dipisahkan lebih longgar daripada suture dan ada beberapa fleksibilitas oleh adanya membrana interosseus atau ligamentum. Contohnya pada distal articulation antara tibia dan fibula.
- Gomphosis, hubungan antartulang ini diibaratkan seperti pasak kerucut dengan lubang. Termasuk dalam jenis sinartrosis. Contohnya pada hubungan antara akar gigi (sebagai pasak) dan processus alveolaris maxillae et mandibullae (sebagai lubang).
b. Cartilaginous Joints (tidak punya synovial cavity, tulang-tulang sendi secara erat dihubungkan oleh kartilago, gerakannya sedikit atau bahkan tidak ada), ada 2 macam:
- Synchondrosis, material penghubungnya berupa kartilago hialin. Contohya terdapat pada persendian antara epifisis dan diafisis pada tulang pertumbuhan yang termasuk dalam jenis sinartrosis, saat pertumbuhan berhenti kartilago hialin digantikan oleh tulang sehingga sudah menjadi jenis sinostosis.
- Symphisis, material penghubungnya lebar, berupa fibrokartilago yang berbentuk cakram datar/flat disc, termasuk dalam jenis amfiartrosis. Contohnya terdapat pada hubungan antara corpus vertebrae, hubungan pada simfisis pubis antara permukaan-permukaan anterior os coxae.
c. Synovial Joints (terdapat ruangan antara tulang-tulang sendi yang memungkinkan adanya gerakan bebas/diartrosis).
Pada synovial joint, terdapat struktur yang sangat mendukung adanya gerakan dan penahanan beban pada sendi. Adanya articular cartilage/kartilago sendi/rawan sendi berupa kartilago hialin yang menyelubungi permukaan tulang-tulang sendi tetapi tidak mengikat tulang-tulang secara bersama-sama (Tortora dan Anagnostakos, 2007) befungsi sebagai pembentuk permukaan yang sangat halus sehingga pada pergerakan sendi, satu tulang dapat menggelincir tanpa hambatan terhadap tulang yang lainnya dan sebagai pencegah konsentrasi tekanan sehingga tulang tidak pecah sewaktu sendi mendapat beban(Brant, 2007). Makromolekul utama dalam rawan sendi adalah proteoglikan (PG) dan kolagen. PG berperan dalam menimbulkan kekakuan jaringan dan menyebabkan jaringan mampu menahan beban sedangkan kolagen berperan dalam menentukan kekuatan jaringan dan daya tahan terhadap robekan (Brandt, 2007).
Selain terdapat articular cartilage tersebut, terdapat juga articular capsule/kapsul sendi yang mengelilingi synovial joint yang akan mempersempit synovial cavity dan menyatukan tulang-tulang sendi. Tersusun menjadi 2 lapis, yaitu lapisan dalam dan lapisan luar. Lapisan luarnya berupa fibrous capsule, terdiri atas jaringan pengikat longgar padat, tersisip pada periosteum tulang-tulang sendi pada jarak yan bervariasi dari tepi articular cartilage. Fleksibilitas dari fibrous capsule menyebabkan adanya gerakan pada sendi, bisa diregangkan dan kekuatan yang yang tahan terhadap dislokasi. Serabut-serabut kapsul sendi ini tersusun atas berkas-berkas paralel/sejajar sehingga bisa beradaptasi dengan baik pada tegangan berulang. Dan tiap-tiap serabut disebut dengan ligamentum. Sedangkan di lapisan dalamnya berupa synovial membrane/membran sinovial, yang terdiri atas jaringan pengikat longgar dengan serabut elastis dan sejumlah adipose, mensekresikan synovial fluid/cairan sinovial yan melubrikasi sendi dan menyediakan nutrisi untuk rawan sendi. Cairan sinovial berisi fagosit yang dapat membuang mikroba dan debris yang dihasilkan oleh sinoviosit A yang berasal dari pemakaian dan bahkan robekan pada bagian sendi. Terdiri atas asam hialuronat yang dihasilkan oleh sinoviosit B saat sendi melakukan gerakan saja, hal ini menjadi alasan mengapa saat sendi bergerak kekentalan cairan sinovial menjadi berkurang tetapi saat tidak ada aktivitas kekentalannya menjadi tinggi, selain itu juga terdapat cairan interstitial yang dibentuk dari plasma darah. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
Di dalam synovial joint terdapat bantalan fibrokartilago yang terletak pada permukaan sendi pada tulang dan tersisipkan fibrous capsule pada tepinya. Bantalan ini disebut articular disc (menisci), cakram ini biasanya membagi synovial cavity menjadi 2 ruangan yang terpisah. Adanya articular disc ini dapat membuat 2 tulang dengan bentuk yang berlainan berhubungn dengan erat; articular disc ini memodifikasi permukaan sendi pada tulang-tulang persendian. Articular disc juga akan membantu memelihara stabilitas sendi dan memberikan jalan pada aliran cairan sinovial pada area-area dengan pergeseran yang terbesar. Adanya bursae, berupa organ yang berbentuk seperti karung dan terdapat dalam jaringan tubuh untuk mengurangi terjadinya pergeseran. Struktur ini mirip dengan kapsul sendi yang dindingnya terdiri atas jaringan pengikat yang dibatasi oleh synovial membrane. Bursae juga berisi cairan seperti cairan sinovial. Bursae terletak antara kulit dan tulang pada tempat di mana kulit berlekatan langsung dengan tulang, selain itu ditemukan antara tulang dan tendon, otot dan tulang, ligamentum dan tulang. Bursae juga berfungsi sebagai bantalan saat ada gerakan dari salah satu bagian tubuh terhadap bagian tubuh lainnya. Permukaan sendi bisa berhubungan antara sau dengan yang lain karena adanya beberapa faktor, yaitu kecocokan/ikatan tulang-tulang persendian, kekuatan dan keeratan joint ligament, susunan dan ketegangan otot-otot di sekitar sendi. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
Kekhasan synovial joint adalah adanya cracking sound saat dipisahka. Saat synovial joint pertama ditarik, ada pemisahan antara permukaan sendi yang berlawanan sehingga saat tarikan dilanjutkan ada tekanan negatif yang berkembang di dalam cairan sinovial, mengeluarkan CO2. Sehingga hasilnya terdapat gelembung-gelembung udara yang terbentuk pada cairan sinovial lalu permukaan sendi yang berlawanan tiba-tiba terpisah sampai dibatasi oleh kapsul sendi. Sekali permukaan terpisah, tekanan dalam sendi melebihi tekanan dalam gelembung dan gelembung pecah yang akan memproduksi cracking noise. Sampai gelembung-gelembung yang kecil hilang dan seluruh udara larut maka sendi tidak bisa menghasilkan bunyi lagi. Pada synovial joint yang lebih kongruen, misalnya pada sendi antara phalanges dan metacarpal akan lebih mudah menghasilkan cracking sound. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
Synovial joint terbagi menjadi 6 macam berdasarkan gerakan bebas yang dihasilkannya. Jenis-jenisnya antara lain: gliding joint/arthrodia (biasanya datar, pergerakan hanya dari sisi ke sisi dan ke belakang, termasuk nonaxial) pada carpal bones/tulang-tulang pergelangan tangan, hinge joint/ginglymus (permukaan konveks pada suatu tulang bersendi dengan permukaan konkaf tulang lainnya, termasuk uniaxial, pergerakannya fleksi dan ekstensi) pada elbow/siku, pivot joint/trochoid (pergerakannya rotasi, pronasi, supinasi, termasuk dalam uniaxial) pada atlantoaxial joint untuk rotasi dan radioulnar joint untuk pronasi-supinasi, ellipsoidal joint/condyloid (pergerakannya fleksi-ekstnsi, abduksi-adduksi, dan sirkumduksi, termasuk dalam biaxial) pada wrist joint/pergelangan tangan dan radiocarpal joint, saddle joint/sellaris (termasuk biaxial dengan gerakan sisi ke sisi, ke belakang dan gerakan-gerakan pada ellipsoidal joint) pada carpometacarpal joint of thumb/ibu jari, ball and socket joint (spheroid, jika ball masuk ke socket lebih dari setengahnya dan globoid, jika ball masuk ke socket kurang dari setengahnya, keduanya termasuk triaxial) pada hip joint/panggul (spheroid) dan shoulder joint/bahu (globoidea). (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
B. Osteoartritis
Merupakan degenerative joint disease, mencerminkan adanya kegagalan sendi diartrodial. Faktor risiko dari penyakit ini adalah usia tua, trauma besar dan penggunaan sendi berulang, hubungan herediter, beban yang berkaitan dengan pekerjaan sebelumya, dan nyeri serta kecacatan pada pasien. Perubahan patologi yang khas dalam penyakit ini adalah penebalan tulang rawan pada sendi yang menapatkan beban yang lama kelamaan menipis, hiposelular kartilago, pertumbuhan tulang aposisional, eburnation, dan adanya osteofit. Manifestasi klinis dari penyakit ini antara lain nyeri dalam dan terlokalisasi di sendi yang terkena, nyeri pada malam hari yang bisa mengganggu tidur dan akan melemahkan pasien, kekakuan pada sendi yang terkena setelah inaktivitas (misalnya saat bangun pagi hari). Dalam hal ini perlu diingat bahwa kartilago sendi tidak memiliki persarafan, jadi nyeri yang dihasilkan bisa dari bermacam-macam sumber. Misalnya sumber sinovium dengan mekanisme peradangan, sumber tulang subkondral dengan mekanisme hipertensi medularis dan mikrofraktur, sumber osteofit dengan mekanisme peregangan ujung saraf periosteum, sumber ligamentum dengan mekanisme peregangan, sumber kapsul sendi dengan mekanisme peradangan dan atau distensi, sumber otot dengan mekanisme kejang. Pada beberapa pasien juga mungkin disebabkan oleh peregangan ujung saraf di periosteum yang menutupi osteofit, sedangkan pada pasien lain mungkin disebabkan oleh fraktur mikro di tulang subkondral atau hipertensi medularis yang disebabkan oleh gangguan aliran darah akibat penebalan trabekula subkondral. Kejang otot dan instabilitas sendi menyebabkan peregangan kapsul sendi juga bisa merupakan sumber nyeri. (Brandt, 2007)
Pemeriksaan untuk penegakan diagnosis bisa melalui pemeriksaan laboratorium dan radiografik. Pada pemeriksaan radiografik akan diperoleh penyempitan ruang sendi akibat berkurangnya kartilago sendi, sklerosis tulang subkondral, kista subkondral, osteofit marginalis, perubahan kontur sendi akibat remodeling tulang dan mungkin juga terdapat subluksasi. Sebenarnya tidak ada pemeriksaan laboratorium diagnostik untuk osteoartritis tetapi pemeriksaan ini juga sering dilakukan. Misalnya pemeriksaan laju endap darah, penentuan kimia serum, hitung darah, urinalisis memberikan hasil normal. Analisis cairan sinovium memperlihatkan leukositosis ringan (sel darah putih kurang dari 2000 per mikroliter), dengan predominansi sel mononukleus. (Brandt, 2007)
Terapi yang disarankan bagi para penderita osteoartritis sangan beragam, mulai dari terapi farmakologis sampai terapi pembedahan. Terapi obat pada osteoartritis bersifat simtomatik. Nyeri sendi sering dapat dikontrol dengan menggunakan analgesik sederhana, misalnya asetaminofen. Untuk nyeri yang parah, dapat digunakan dekstrapropoksifen hidroklorida. NArkotik jarang diindikasikan untuk kasus ini. NSAID sering menurunkan nyeri dan dapat memperbaiki mobilitas pada OA. Namun, belum jelas, apakah hal ini disebabkan oleh efek antiradangnya atau efek analgesiknya yang independen terhadap efek antiradangnya. Dalam sebuah penelitian, pernah diungkapkan bahwa ibuprofen dengan dosis antiinflamasi (2400 mg/h) tidak lebih efektif daripada ibuprofen dengan dosis analgesik (1200 mg/h) atau daripada asetaminofen pada dosis osteoartritis lutut simtomatik. Selain itu adanya tanda klinis peradangan (misalnya saja pembengkakan sinovium dan nyeri tekan) tidak secara akurat memperkirakan bahwa respons terhadap terapi antiinflamasi akan lebih baik daripada respons terhadap asetaminofen. Bagaimanapun juga, bila analgesik sederhana tidak adekuat, pasien dapat diberi NSAID. Beberapa obat seperti glikosaminoglikan berpolisulfat diklaim dapat menghentikan perkembangan osteoartritis pada manusia; diperkirakan bahwa beberapa NSAID juga memiliki efek kondroprotektif. Glukokortikoid sistemik tidak digunakan dalam terapi osteoartritis. Krim kapsaisin yang menghabiskan substansi P (mediator neuropeptida untuk nyeri) pada ujung saraf lokal, dapat mengurangi nyeri sendi bila diberikan secara topikal untuk pasien osteoartritis tangan dan lutut. Selain dengan terapi obat, ada terapi lain yaitu dengan pengurangan beban sendi, terapi fisis (pada bagian Rehabilitasi Medik), dan bahkan bedah ortopedik. Dilakukan tindakan bedah apabila memang terapi-terapi lain tidak berhasil mengatasi osteoartritis yang sudah sangat parah. Terapi fisis yang dilakukan di bagian Rehabilitasi Medik adalah terapi panas /aplikasi panas pada sendi yang mengalami osteoartritis dapat mengurangi nyeri sendi dan kekakuan. Untuk analgesia, bisa dilakukan terapi dingin (es), dan bisa juga TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) bermanfaat dalam mengurangi rasa nyeri juga. (Brandt, 2007)
C. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang paling umum pada orang dewasa, terutama pada usia tua. Osteoporosis berbeda dengan osteomalasia dan rakhitis karena penyakit ini lebih disebabkan oleh berkurangnya matriks organik daripada kelainan kalsifikasi tulang. Biasanya, pada osteoporosis aktivitas osteoblastik tulang kurang dari normal, dan akibatnya kecepatan penimbunan tulang menurun. Tetapi kadangkala, penyebab berkurangnya tulang ini karena aktivitas osteoklastik yang berlebihan. Sebagian besar penyebab osteoporosis adalah kurangnya stress fisik terhadap tulang karena keadaan tidak aktif, malnutrisi yang berlebihan sehingga tidak dapat dibentuk matriks protein yang cukup, kurangnya vitamin C yang diperlukan untuk sekresi bahan-bahan intrasel oleh seluruh sel termasuk osteoblas, kurangnya sekresi estrogen pada masa pasca menepouse karena estrogen menurunkan jumlah dan aktivitas osteoklas, usia tua ketika hormon-hormon pertumbuhan dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya sangat berkurang ditambah dengan kenyataan bahwa banyak fungsi anabolik protein juga memburuk sejalan dengan penambahan usia sehingga matriks tulang tidak dapat itimbun dengan baik, dan Sindroma Cushing karena glukokortikoid yang disekresikan pada penyakit ini jumlahnya banyak sekali sehingga menyebabkan berkurangnya penimbunan protein di seluruh tubuh dan meningkatnya katabolisme protein dan juga mempunyai efek khusus menekan aktivitas osteoblastik. Selain itu, banyak penyakit akibat defisiensi metabolisme protein dapat menyebabkan osteoporosis. (Guyton dan Hall, 2007)
Gejala yang paling lazim adalah nyeri pada tulang yang mengalami osteoporosis, istrirahat di tempat tidur sementara bisa meringankan rasa nyeri, nyeri juga bisa meningkat saat setelah istirahat dan melakukan manuver Valsava, hilangnya selera makan, lemah otot. Pemeriksaan untuk kepentingan diagnosis bisa dilakukan dengan pemeriksaan radiologik, pemeriksaan laboratorium, dan BMD. Pada pemeriksaan radiologik akan didapatkan berkurangnya kepadatan mineral, peningkatan striasi vertikal yang mencolok akibat kehilangan trabekulae yang berorientasi horizontal yang relatif lebih besar dan tonjolan lempeng akhir (end plates). Korpus itu dapat menjadi semakin bikonkaf karena melemahnya lempeng subkondral, mikrofraktura, dan meluasnya cakram intervertebra, menyebabkan gambaran vertebra ikan hiu. Bila kolaps terjadi, ini biasanya mengakibatkan penurunan tinggi anterior korpus vertebra dan tidak teraturnya korteks anterior. Temuan laboratorium, konsentrasi kalsium dan fosfor anorganik dalam darah biasanya normal. Hiperfosfatemia ringan terjadi pada perempuan yang sudah melewati masa menepouse. Alkalin fosfatase pada kasus yang tanpa komplikasi adalah normal tetapi dapat meningkat setelah fraktura. Ekskresi urin untuk peptida yang mengandung hidroksiprolin, suatu indeks resorpsi tulang, biasanya normal atau sedikit pada mereka yang menderita osteoporosis dengan laju pergantian tinggi. Kadar serum osteokalsin (protein GLA tulang), ekskresi senyawa cross link hidroksipiridinium urin, dan ambilan 99mTc-metilena difosfonat juga berkorelasi dengan laju pergantian tulang. Terapi yang bisa diberikan antara lain estrogen dan androgen, suplemen kalsium, metabolit vitamin D, dan diuretika tiazid, kalsitonin, bisfosfonat, dan fluorida. (Krane dan Holick, 2007)

3. DISKUSI DAN BAHASAN
Dalam pembahasan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai patologi dan patogenesis dari osteoartritis (OA).
Perubahan yang paling mencolok pada OA biasanya dijumpai pada daerah tulang rawan sendi yang mendapat beban. Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada normal tetapi seiring dengan perkembangan OA, permukaan sendi menipis, tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus, dan terbentuk celah vertikal (fibrilasi). Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang. Timbul daerah perbaikan fibrokartilaginosa tetapi mutu jaringan perbaikan ini lebih rendah daripada kartilago sendi hialin asli, dalam kemampuannya menahan stres mekanis. Semua kartilago secara metabolis aktif, dan kondrosit melakukan replikasi, membentuk kelompok (klon). Namun, kemudian kartilago menjadi hiposeluler. Remodeling dan hipertrofi tulang juga merupakan gambaran utama. Pertumbuhan tulang aposisional terjadi di daerah subkondral, menimbulkan gambaran sklerosis pada radiografi. Tulang yang mengalami abrasi di bawah ulkus tulang rawan mungkin tampak seperti gading (eburnation). Pertumbuhan kartilago dan tulang di tepi sendi menyebabkan terbentuknya osteofit (spur), yang mengubah kontur sendi dan mungkin membatasi gerakan. Perubahan jaringan lunak terdiri dari sinovitis kronik bebercak dan penebalan kapsul sendi, yang mungkin membatasi grakan lebih lanjut. Sering terjaadi pengecilan otot periartikularis. Perubahan ini berperan besar menimbulkan gejala dan kecacatan.
OA dapat terjadi melalui 2 kemungkinan, yaitu sifat biomaterial kartilago sendi daan tulang subkondral normal tetapi terjadi beban yang berlebihanterhadap sendi sehingga jaringan rusak dan kemungkinan yang kedua adalah beban yang ada secara fisiologis normal tetapi sifat bahan kartilago atau tulang kurang baik. Timbulnya OA juga berkaitan dengan keadaan klinis yang menurunkan kemampuan kartilago atau tulang subkondral mengubah bentuknya, misalnya pada onkronosis dan osteoporosis. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kartilago sendi tersusun oleh PG dan kolagen. Namun, selain itu juga terdapat metaloproteinase, termasuk stromelisin, kolagenase, dan gelatinase yang dapat menguraikan semua komponen matriks entrasel (PG dan kolagen) pada pH netral. Masing-masing diekskresikan oleh kondrosit sebagai proenzim yang harus diaktifkan oleh penguraian proteolitik di sekuens terminal-N-nya. Ekspresi aktivitas metaloproteinase netral mencerminkan keseimbangan antara pengaktifan bentuk laten dan penghambatan aktivitas oleh inhibitor jaringan.
Turnover (pertukaran) normal kartilago berlangsung melalui jenjang degradatif, dan banyak peneliti beranggapan bahwa pendorong utamanya adalah IL-1, sitokin yang dihasilkan oleh sel mononukleus (termasuk sel yang membatasi sinovium) dan disintesis oleh kondrosit. IL-1 merangsang sintesis dan sekresi kolagenase laten, stromelisin laten, gelatinase laten, dan aktivator plasminogen jaringan. Selain efek kataboliknya, pada konsentrasi yang lebih rendah daripada yang diperlukan untuk merangsang degradasi tulang rawan, IL-1 menekan sintesis PG oleh kondrosit, menghambat perbaikan matriks. Bahan tersebut sangat destruktif bagi tulang rawan. Keseimbangan sistem bergantung pada paling sedikit 2 inhibitor: inhibitor jaringan untuk metaloproteinase (tissue inhibitor of metalloproteinase, TIMP) dan inhibitor aktivator plasminogen 1 (plasminogen activator inhibitor 1, PAI-1), keduanya disintesis oleh kondrosit dan masing-masing membatasi aktivitas degradatif metaloproteinase netral aktif dan aktivator plasminogen. Bila TIMP atau PAI-1 rusak atau terdapat dalam konsetrasi yang kurang relatif terhadap terhadap enzim aktif, stromelisin dan plasmin bebas bekerja pada substrat matriks. Stromelisin dapat menguraikan inti protein PG dan dapat mengaktifkan kolagenase laten. Perubahan stromelisin laten menjadi protease aktif yang sangat destruktif oleh plasmin merupakan mekanisme kedua degradasi matriks.
Mediator peptida, misalnya insulin-like growth factor 1 (IGF-1) dan transforming growth factor β (TGF-β), merangsang biosintesis PG. Mediator tersebut mengatur metabolisme matriks dalam tulang rawan normal dan mungkin berperan dalam perbaikan matriks pada OA. Faktor pertumbuhan ini memodulasi jalur katabolik sekaligus anabolik metabolisme kondrosit; mereka tidak saja meningkatkan sintesis PG tetapi juga menurunkan reseptor kondrosit untuk IL-1, menurunkan degradasi PG. Tidak diketahui apakah perubahan akibat usia terjadi pada konsentrasi IGF-1 atau TGF-β dalam matriks atau dalam responsivitas kondrosit OA terhadap mediator ini. Metabolisme kondrosit pada kartilago normal secara langsung dimodulasi oleh beban mekanis. Beban statik dan beban siklik berkepanjangan menghambat sintesis PG dan protein, sedangkan beban yang relatif singkat dapat merangsang biosintesis matriks.
Pada OA tidak terdapat perubahan kandungan kolagen, tampak terdapat perubahan susunan dan ukuran serat kolagen. Data biokimia konsisten dengan adanya defek pada jaringan kolagen tulang rawan, mungkin akibat terputusnya lem yang mengikat serat kolagen yang berdekatan di matriks. Walaupun aus mungkin merupakan faktor dalam hilangnya kartilago, metaloproteinase lisosom dan netral merupakan penyebab utama hilangnya matriks kartilago pada OA. Apakah sintesis atau sekresi enzim itu dirangsang oleh IL-1 atau faktor lain (misalnya rangsang mekanis), metaloprotease netral, plasmin, dan katepsin, tampaknya sama berperan dalam rusaknya kartilago pada OA. TIMP dan PAI-1 mungkin bekerja untuk menstabilkan sistem, paling tidak secara temporer, dan faktor pertumbuhan, seperti IGF-1, TGF-β, serta faktor pertumbuhan fibroblas basa (FGF), diperkirakan berperan dalam proses perbaikan lesi atau paling tidak, menstabilkan proses. Tampaknya terdapat ketidakseimbangan stoikiometrik antara kadar enzim aktif, yang mungkin beberapa kali lipat lebih tinggi daripada kadar pada kartilago normal, dan kadar TIMP, yang mungkin hanya sedikit meningkat.
Kondrosit pada kartilago OA mengalami pembelahan sel aktif dan secara metabolis sangat aktif, mnghasilkan banyak kolagen dan PG. Sebelum hilangnya kartilago dan berkurangnya PG, aktivitas biosintetik yang mencolok ini mungkin menyebabkan peningkatan konsentrasi PG, yang mungkin berkaitan dengan penebalan kartilagodan OA stabil terkompensasi. Mekanisme homeostatik ini mungkin mempertahankan keadaan fungsional sendi selama bertahun-tahun. Namun, jaringan perbaikan sering tidak sekuat kartilago hialin dalam menahan stres mekanis. Akhirnya, paling sedikit pada beberapa kasus, kecepatan sintesis PG berkurang dan timbullah OA stadium akhir sehingga seluruh ketebalan kartilago lenyap.
Di skenario terdapat pemeriksaan CRP dan faktor reumatoid. CRP atau Protein C reaktif adalah suatu alfa-globulin yang timbul dalam serum bila terjadi inflamasi. Protein ini disebut demikian karena ia bereaksi dengan C-polisakarida yang terdapat pada pneumokokus. Semula disangka bahwa timbulnya protein ini merupakan respons spesifik terhadap infeksi pneumokokus tetapi ternyata sekarang bahwa protein ini adalah suatu reaktan fase akut, yaitu indikator nonspsesifik untuk inflamasi. Penetapan kadar CRP secara serial merupakan indeks aktivitas penyakit dan dapat dipakai untuk mengikuti pengobatan penyakit seperti artritis reumatoid dan demam reumatik. Sedangkan faktor reumatoid sendiri adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG di dalam serum, maka faktor reumatoid ini termasuk autoantibodi. Penyebab timbulnya faktor reumatoid ini belum diketahui, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi reumatoid dengan IgG memegang peranan yang penting pada artritis reumatoid dan penyakit-penyakit lain dengan faktor reumatoid positif. Faktor reumatoid juga sering ditemukan pada penyakit autoimun lainnya.

4. KESIMPULAN
¨ Hal yang aneh yang terjadi pada seorang perempuan berusia 60 tahun mengeluh nyeri pada sendi lutu kirinya, terutama pada saat berjalan dan naik tangga. Keluhan tersebut timbul sejak 2 tahun yang lalu dan kambuh-kambuhan sehingga menggangu pekerjaannya sebagai kuli gendong di pasar Legi, dan biasanya diberi obat sendiri yang dijual bebas dan dibeli tanpa resep.
¨ Hasil pemeriksaan fisik: pada lutut kiri didapatkan tanda-tanda radang dan keterbatasan gerak sendi (ROM/Range of Motion)
¨ Hasil pemeriksaan X foto rontgen: tampak adanya osteofit yang mendukung ke arah osteoartritis
¨ Tanda dan gejala umum osteoartritis, antara lain: nyeri dalam dan terlokalisasi di sendi yang terkena, nyeri pada malam hari yang bisa mengganggu tidur dan akan melemahkan pasien, kekakuan pada sendi yang terkena setelah inaktivitas (misalnya saat bangun pagi hari).
¨ Tanda dan gejala umum osteoporosis, antara lain: nyeri pada tulang yang mengalami osteoporosis, istrirahat di tempat tidur sementara bisa meringankan rasa nyeri, nyeri juga bisa meningkat saat setelah istirahat dan melakukan manuver Valsava, hilangnya selera makan, lemah otot.
¨ Terapi osteoartritis, bisa dilakukan dengan terapi obat, pengurangan beban sendi, terapi fisis, dan bedah ortopedik.
¨ Terapi osteoporosis, bisa dilakukan dengan estrogen dan androgen, suplemen kalsium, metabolit vitamin D, dan diuretika tiazid, kalsitonin, bisfosfonat, dan fluorida.
¨ Masalah osteoartritis dan osteoporosis sebagai penyakit yang sangat penting untuk diungkapkan karena masalah ini sering terjadi di tengah-tengah masyarakat kita akibat beban pekerjaan dan kesalahan dalam mengkonsumsi.

5. DAFTAR PUSTAKA
Brandt, K. D. 2007. Osteoartritis. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 4. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1886-1892.
Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Muskuloskeletal. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 843-880.
Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H. Hartanto, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Krane, S. M. dan M. F. Holick. 2007. Penyakit Tulang Metabolik. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 5. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 2398-2404.
Tortora, G. J., N. P. Anagnostaskos. 2007. Principles of Anatomy and Physiology. Edisi 11. New York: Harper&Row, Publishers.

No comments: