Saturday, November 8, 2008

LAPORAN OSTEOMIELITIS

For any1 who needs this information, u can read it intentionally, or even u make my composition as ur reference!!For anyfault, i aint responsible!D most important qualification if u want to read and make as reference for ur mind, u have to tell me by sending sms or contacting me to +6281328452132 OR +6285643359787 OR +6281804470620 OR +62818254833 !It's forbidden for u to make my composition for ur goal without telling me 1st!!!!!
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tubuh manusia diperkuat, disangga, dan ditegakkan oleh bagian-bagian yang tidak bisa kita lihat, yaitu tulang. Tanpa tulang, tubuh akan terkulai seperti ubur-ubur. Tulang melakukan banyak tugas. Tulang panjang di lengan bekerja seperti pengungkit untuk mengulurkan tangan. Tulang jari membuat kita bisa menggenggam dan memegang. Tulang kaki juga bekerja seperti pengungkit ketika kita berjalan dan berlari. Tulang melindungi bagian-bagian tubuh yang lebih lunak. Tengkorak yang berbentuk seperti kubah melindungi otak. Tulang rusuk di dada seperti jeruji kurungan untuk melindungi jantung dan paru-paru di dalamnya. Tulang juga menghasilkan sel-sel darah.
Tulang berisi benang yang terbuat dari zat yang kuat dan sedikit bercabang yang disebut kolagen. Tulang juga mempunyai mineral keras seperti kalsium dan fosfat. Kolagen dan mineral membuat tulang kuat dan kaku, namun mampu sedikit tertekuk akibat tekanan. Tulang mempunyai pembuluh darah sebagai fungsi nutrisinya dan saraf untuk merasakan tekanan dan sakit. Sebagian tulang bukanlah benda padat. Tulang-tulang tersebut berisi zat yang menyerupai jeli yang disebut sumsum. Sumsum inilah yang menghasilkan bagian-bagian yang sangat kecil untuk darah, yang disebut sel darah merah dan sel darah putih.
Tulang membutuhkan zat-zat seperti vitamin, mineral, dan hormon dalam pembentukan dan pertumbuhannya. Di samping tulang yang kuat untuk melakukan gerak pasif dan melindungi organ-organ viseral di dalam tubuh. Namun, tulang pun juga bisa mengalami pengeroposan dan penyakit lainnya, misalnya infeksi, akibat salah dalam perawatan tulang. Kesalahan perawatan ini bisa saja kesalahan perawatan saat tulang kita sehat sehingga suatu saat tulang kita keropos atau mungkin perawatan yang salah saat tulang kita terluka, misalnya open fracture, sehingga tulang kita mengalami infeksi mikroba. Bagaimana keadaan tulang kita saat terinfeksi? Di dalam skenario 1 blok muskuloskeletal, kita akan mengetahui hal tersebut.
Dari skenario 1 Blok Muskuloskeletal, ada beberapa masalah penting, yaitu :
Ø Riwayat Penyakit Sekarang, berupa:
- Seorang laki-laki berusia 20 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri tungkai bawah kanan, pireksia, kemerahan, sinus di kulit yang hilang timbul.
- Diagnosis doker: penderita mengalami osteomielitis.
Ø Riwayat Penyakit Dahulu, berupa:
- Saat dua tahun yang lalu, penderita mengalami kecelakaan sehingga terjadi patah tulang di tungkai bawah yang mana tulang tampak dari luar.
- Saat itu, penderita dibawa ke dukun tulang untuk disembuhkan dari keadaan patah tulangnya.
Ø Keterangan Penunjang, berupa:
- Hasil pemeriksaan fisik: didapatkan deformitas, scarr tissue dengan diameter 10 cm pada region anterior tibia kanan, sinus dengan discharge seropurulen melekat pada tulang di bawahnya, dan ekskoriasi kulit di sekitar sinus.
- Hasil plain foto yang dilakukan akibat kecurigaan akan infeksi: didapatkan penebalan periosteum, bone resorpsion, sklerosis di sekitar tulang, involukrum, sekuester, angulasi tibia dan fibula (varus).
B. Rumusan Masalah
Dari masalah-masalah yang ada pada skenario di atas, dan hal-hal yang akan dibahas, antara lain :
a. Proses penulangan (pembentukan tulang)
b.Anatomi, histologi, dan fisiologi tulang
c. Osteomielitis
d. Osteoporosis
C. Tujuan Penulisan
Ø Mengetahui hal yang aneh dalam pemeriksaan fisik dan keterangan-keterangan mengenai pasien tersebut.
Ø Mengetahui gejala-gejalanya lebih lanjut dan penatalaksanaannya.
Ø Pentingnya masalah tersebut untuk dibahas adalah agar kita lebih bisa menambah pengetahuan kita tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem kerja tulang dan otot dan penyelesaiaannya dalam masyarakat.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi sistem muskuloskeletal meliputi anatomi, histologi dan fisiologi.
b. Menjelaskan mekanisme sel dan biolistrik.
c. Menjelaskan mekanisme penghantaran neuromuskuler.
d. Menjelaskan patogenesis, patologi, dan patofisiologi penyakit muskuloskeletal non-trauma.
e. Menjelaskan penanganann yang komprehensif kelainan dan penyakit pada muskuloskeletal.
f. Menjelaskan efektivitas penanganan dan prognosis pada kelainan muskuloskeletal.
g. Menjelaskan penanganan komplikasi dan kecacatan pada muskuloskeletal.
h. Melakukan keterampilan untuk menunjang diagnosis pada kasus muskuloskeletal meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
i. Menerapkan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif pada kelainan muskuloskeletal di mana pada tahap ini mahasiswa mampu memberikan penjelasan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif pada kelainan muskuloskeletal.
j. Menjelaskan perubahan-perubahan post mortem pada muskuloskeletal.
k. Menggunakan teknologi informasi untuk mencari informasi terkini mengenai penyakit muskuloskeletal.
l. Merancang manajemen pnyakit dan kelainan muskuloskeletal.

2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Penulangan (Pembentukan Tulang)
Proses terbentuknya tulang disebut juga dengan osifikasi atau osteogenesis. Osifikasi terbagi menjadi 2 macam, yaitu osifikasi intramembranosa/osifikasi langsung/osifikasi desmal, terjadi dalam suatu membran mesenkim, dan osifikasi endokondral/osifikasi enkondral/osifikasi tidak langsung, terjadi dalam suatu model tulang rawan hialin. (Guyton dan Hall, 2007)
a. Osifikasi intramembranosa: mula-mula sel mesenkim dalam suatu membran mesenkim berdiferensiasi menjadi fibroblas untuk membentuk sabut-sabut kolagen sehingga terbentuklah jaringan pengikat longgar berupa membran. Osifikasi intramembranosa dimulai pada saat ada sekelompok sel mesenkim yang berdiferensiasi menjadi osteoblas di dalam membran jaringan pengikat yang telah terbentuk. Selanjutnya tempat ini disebut dengan pusat osifikasi dan osteoblas mulai membentuk matriks dan ia terbenam dalam matriks yang dibentuknya sendiri dan berubah menjadi osteosit. Tidak semua osteoblas berubah menjadi osteosit, sebagian yang lain akan berproliferasi menjadi osteoblas baru dan akan menjauhi pusat-pusat osifikasi. Akhirnya akan terjadi pengendapan bahan-bahan mineral dan terbentuklah jaringan tulang muda disebut trabekula tulang sebagai hasil penggabungan dari perluasan pusat-pusat osifikasi. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
b. Osifikasi endokondral: dimulai dari masuknya kapiler darah sel-sel bagian dalam perikondrium yang berdiferensiasi menjadi osteoblas yang selanjutnya akan membentuk jaringan tulang di bagian tepi dari model tulang rawan hialin. Perikondrium selanjutnya menjadi periosteum. Jaringan tulang yang terbentuk disebut periostal bone collar atau periostal band. Setelah terbentuk periostal bone collar, matriks tulang rawan di bagian dalam akan mengalami pengapuran, sel-selnya hipertropi dan akhirnya mati dengan meninggalkan ruang-ruang kosong. Periostal bud yang terdiri atas osteoblas dan sel-sel osteogenik disertai kapiler darah periosteum, memasuki ruang-ruang kosong akibat kematian kondrosit. Osteoblas segera mensintesis matriks dasar yang dilanjutkan dengan proses mineralisasi sehingga terbentuk jaringan tulang muda sebagai pusat osifikasi primer. Osifikasi endokondral model ini terjadi pada bagian diafisis. Untuk bagian epifisis, proses osifikasi endokondral agak berbeda. Pada bagian epifisis, pusat osifikasi di sini (sekunder) mirip dengan pusat osifikasi pada diafisis (primer) tetapi pertumbuhan lebih lanjut tidak secara memanjang tetapi radier. Lagipula karena kartilago artikularis tidak mempunyai perikondrium maka periostal bone collar tidak terbentuk. Setelah terbentuk jaringan tulang, masih ada tempat di mana tulang rawan masih dipertahankan yaitu pada kartilago artikularis yang menetap seumur hidup dan kartilago epifisealis yang akan menghilang pada usia dewasa. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
B. Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Tulang
Secara anatomi, tulang memiliki matriks yang kasar dan solid karena banyaknya deposit garam kalsium, sel-sel tulang dan sel-sel darah, serta pembuluh darah. Dua pertiga matriks tulang berupa kalsium fosfat yang tahan terhadap berbagai macam tekanan dan yang sepertiga matriks tulang terdiri atas fibra kolagen yang sangat rentan terhadap tekanan. Tulang memiliki berbagai macam bentuk, hal ini pula yang mendasari klasifikasi tulang dalam anatomi. Ada tulang panjang/os longum (misalnya os femur, os humerus), tulang pendek/os breve (misalnya ossa carpalia, ossa tarsalia), tulang pipih/os planum (misalnya os sternum, os scapula), tulang bentuk lembaran/os pneumaticum (misalnya os ethmoidale, os maxillare), dan tulang yang tidak teratur/os irreguler (misalnya os vertebrae). Tulang memiliki 2 macam jaringan, yaitu pars compactum dan pars spongiosum. Pars compactum merupakan bagian dari tulang yang berupa jaringan yang padat dan kompak. Sedangkan pars spongiosum merupakan bagian tulang yang berupa jaringan yang berlubang-lubang seperti spons dan terletak di bagian dalam mengitari cavum medullare yang berisi medulla osseum. Jika medulla osseum ini didominasi oleh jaringan lemak, disebut dengan medulla osseum flavum yang berfumgsi dalam penyimpanan cadangan energi. Namun, jika medulla osseum terisi sel darah putih, sel darah merah, dan sel tulang muda yang berwarna merah, disebut dengan medulla osseum rubrum yang berfungsi dalam pembentukan sel-sel darah. Komposisi antara pars compactum dan pars spongiosum dalam tulang adalah sama, yang berbeda hanyalah dalam hal pengaturan canalis centralis, osteosit, dan lamela. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
Secara histologis, tulang termasuk jaringan pengikat khusus yang teridiri atas bahan antarsel yang mengalami kalsifikasi/mineralisasi dan beberapa macam sel-sel tulang; osteoblas, osteosit dan osteoklas. Bahan antar sel tulang terutama adalah kalsium dan fosfor dalam bentuk kristal hidroksi apatit, bahan organis yang berupa sabut-sabut kolagen, dan bahan dasar amorf yang mengandung glikosaminoglikan. Osteoblas berfungsi mensintesis matriks organis tulang, dalam keadaan aktif bentuknya kuboid dan sitoplasmanya basofilik. Bila aktifitasnya menurun, bentuknya lebih pipih dan basofilik sitoplasmanya berkurang. Osteoblas memiliki prosessus protoplasma yang memungkinkan berhubungan dengan osteoblas di sekitarnya. Osteosit adalah bentukan osteoblas jika osteoblas telah berada dalam matriks tulang yang disintesisnya. Setelah matriks tulang mengalami kalsifikasi, osteosit akan berada pada ruangan-ruangan yang disebut lakuna, dan tonjolan sitoplasmanya berada dalam kanalikuli, berhubungan dengan tonjolan sitoplasma osteosit yang berdekatan. Bila dibandingkan dengan osteoblas, osteosit lebih pipih dan kromatinnya lebih padat. Sedangkan osteoklas adalah sel berukuran besar, dapat bergerak dan sitoplasmanya bercabang-cabang kepucatan dan banyak mengandung inti (5-50 buah). Ia mempunyai aktivitas untuk menghancurkan tulang dan matriksnya dan sering terdapat dalam suatu cekungan di permukaan jaringan tulang muda, yang disebut lakuna Howship. Ada 2 macam jaringan tulang secara histologis, yaitu jaringan tulang muda (nonlameler) dan jaringan tulang dewasa (lameler). Jaringan tulang muda bersifat temporer, yaitu terdapat pada proses pembentukan tulang dan pada proses penyembuhan fraktur. Pada saat dewasa sebagian besar akan digantikan oleh jaringan tulang dewasa. Permukaan luar dan dalam jaringan tulang dilapisi oleh jaringan pengikat yang disebut periosteum dan endosteum. Periosteum merupakan jaringan pengikat padat, di bagian luar lebih banyak mengandung sabut-sabut jaringan pengikat, pembuluh darah, saraf dengan sedikit sel. Bagian ini disebut stratum fibrosum. Bagian dalam periosteum disebut stratum germinativum, lebih banyak mengandung sel-sel pipih yang mampu berdiferensiasi menjadi osteoblas, sabut-sabut elastis dan kolagen yang tersusun lebih longgar. Sabut-sabut kolagen periosteum yang menembus matriks tulang dan mengikatkan periosteum ke tulang disebut sabut Sharpey. Endosteum mempunyai struktur dan komponen yang sama dengan periosteum tetapi lebih tipis dan tidak memperlihatkan 2 lapisan seperti pada periosteum. Ke arah luar bersifat osteogenik dan ke arah dalam bersifat hemopoetik. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
Pada jaringan tulang muda akan didapati banyak sel dan sabut-sabut kolagen dengan sedikit bahan mineral (anorganis). Osteoblas tersusun secara epitelial pada permukaan jaringan tulang muda (trabekula tulang) dan terdapat dalam lakuna yang lebih bulat. Sabut-sabut kolagen arahnya tidak teratur, kasar, dan meembentuk berkas. Sering ditemukan sel osteoklas di permukaan jaringan tulang muda. Sedangkan pada jaringan tulang dewasa, secara khusus memperlihatkan sabut-sabut kolagen tersusun dalam lamel-lamel konsentris yang mengelilingi saluran Havers. Saluran Havers merupakan saluran yang arahnya sejajar sumbu panjang tulang, dilapisi oleh endosteum, mengandung pembuluh darah, saraf dan jaringan pengikat longgar. Kanal Havers dan lamel-lamel (4-20 lamel konsentris) yang mengelilinginya disebut Sistem Havers. Di antara lamel-lamel terdapat deretan osteosit di dalam lakuna dengan tonjolan sitoplasmanya terdapat di dalam kanalikuli yang menghubungkan satu lakuna dengan lakuna yang lain dan akhirnya berhubungan dengan kanal Havers. Kanal Havers berhubungan dengan rongga sumsum dan akan berhubungan dengan kanal Havers yang lain melalui kanal Volkman yang berjalan secara melintang atau oblik. Kanal Volkman tidak dikelilingi oleh lamel-lamel konsentris bahkan tampak menembus lamel-lamel tersebut. Selain lamel Havers ada sistem lamel lainnya, yaitu lamel generalia eksterna yang terdapat di bawah periosteum sejajar permukaan dan lamel generalia interna yang terdapat di bagian dalam berbatasan dengan endosteum. Sedangkan lamel interstisiil atau lamel intermediate, terdapat di antara sistem-sistem Havers berbentuk segitiga atau tidak teratur. (Tortora dan Anagnostakos, 2007)
Dalam hal fisiologi ini, akan dibicarakan mengenai tulang dan hubungannya dengan kalsium ekstrasel dan fosfat. Sudah dijelaskan sebelumnya, tulang terdiri atas matriks organik keras yang sangat diperkuat dengan timbunan garam-garam kalsium. Rata-rata tulang padat mengandung berat yang terbentuk dari sekitar 30% matriks dan 70% garam. Tulang yang baru dibentuk dapat memiliki persentase matriks yang lebih besar dibandingkan dengan garam. Matriks organik tulang terdiri atas serat kolagen sebesar 90-95 persen dan sisanya dibentuk oleh medium gelatinosa homogen yang disebut substansia dasar. Serat kolagen terbentang terutama di sepanjang garis tekanan dan memberikan kekuatan tulang terhadap tarikan. Substansia dasar terdiri atas cairan ekstrasel dan proteoglikans, terutama kondroitin sulfat dan asam hialuronat. Fungsi yang pasti dari kedua substansi tersebut masih belum diketahui, meskipun keduanya membantu mengatur timbunan garam kalsium. Timbunan garam kristalin dalam matriks organik tulang terutama terdiri atas kalsium dan fosfat. Rumus kimia garam kristalin utama, yang dikenal sebagai hidroksiapatit adalah Ca10(PO4)5(OH)2. Setiap kristal dengan panjang sekitar 400 angstrom, tebal 10-30 angstrom, dan lebar 100 angstrom, berbentuk seperti suatu lempeng pipih yang panjang. Rasio relatif kalsium terhadap fosfat dapat sangat bervariasi pada berbgai status nutrisi, yaitu rasio Ca/P pada dasar berat yang bervariasi antara 1,3 dan 2,0. Ion magnesium, natrium, dan kalium, dan karbonat juga dijumpai di antara garam-garam tulang, meskipun studi difraksi sinar-X gagal menunjukkan kristal yang dibentuk oleh ion-ion tersebut. Oleh karena itu, ion-ion tersebut diyakini berada dalam bentuk terkonjugasi dengan kristal hidroksiapatit dan bukan tersusun sebagai kristal terpisah yang tersusun dari masing-masing ion ini. Selain mineral-mineral tersebut, juga diperlukan hormon-hormon seperti Growth Hormone dan tiroksin untuk memicu aktivitas osteoblas. (Guyton dan Hall, 2007)
Pada keadaan normal, kecuali di jaringan tulang yang sedang tumbuh, kecepatan pembentukan dan absorbsi tulang sama satu dengan yang lainnya sehingga total masa tulang dipertahankan konstan. Osteoklas biasanya terdapat dalam jumlah kecil namun terkonsentrasi, dan begitu sebuah massa osteoklas terbentuk, osteoklas biasanya akan memakan tulang selama kira-kira 3 minggu, yang akan menciptakan terowongan dengan kisaran diameter 0,2 sampai 1 milimeter dan panjang bebeapa milimeter. Pada akhir tahap ini, osteoklas menghilang dan terowongan ditempati osteoblas; kemudian tulang yang baru mulai terbentuk. Pembentukan tulang kemudian berlanjut selama beberapa bulan. Tulang yang baru berada dalam lingkaran konsentris yang berlapis (lamela) pada permukaan dalam rongga sampai terowongan dipenuhi. Pembentukan tulang berhenti apabila tulang mulai mencapai pembuluh darah yang memasok daerah tersebut. Kanal tempat berjalannya pembuluh-pembuluh darah inilah yang disebut dengan kanal Havers, adalah semua sisa peninggalan rongga tulang yang asli. Setiap daerah baru dari tulang yang dibentuk dengan cara demikian disebut dengan osteon. (Guyton dan Hall, 2007)
C. Osteomielitis
Osteomielitis merupakan suatu penyakit infeksi pada tulang, yang paling umum disebabkan oleh bakteri piogenik dan mikobakteria. Secara umum, osteomielitis dibagi menjadi 2 macam, yaitu osteomielitis hematogen dan osteomielitis sekunder karena fokus infeksi yang berdekatan. Osteomielitis hematogen merupakan 20% kasus osteomielitis, dan terutama menyerang anak-anak, dengan tulang panjang yang terinfeksi, selain itu juga bisa menyerang dewasa serta pengguna obat-obat intravena, dengan spina merupakan tempat yang biasa terinfeksi. Osteomielitis hematogen ada 3 macam, yaitu osteomielitis hematogen akut, kronik, dan vertebra. Pada osteomielitis hematogen akut, biasanya infeksi mengenai satu tulang, paling sering menyerang tibia, femur, atau humerus. Bakteri diam di dalam metafise yang mendapat perfusi baik, saat fagosit yng berfungsi jarang dan jaringan sinusoid vena memperlambat aliran darah. Sedangkan pada dewasa, infeksi biasanya terdapat pada bagian diafise. Keadaan klinis menunjukkan penderita biasanya tampak sakit akut dengan demam tinggi, menggigil, sakit dan nyeri tekan setempat, serta leukositosis. Eritema dan pembengkakan pada kulit menunjukkan adanya perluasan nanah ke dalam korteks. Pada osteomielitis hematogen kronik, merupakan suatu bentuk lanjutan osteolielitis hematogen akut yang tidak mendapatkan penanganan dengan baik. Rata-rata diperlukan waktu 10 hari untuk membentuk tulang yang nekrotik tetapi radiografi polos tidak dapat mendeteksi sekuestra atau tulang baru yang sklerotik selama beberapa minggu. Adanya traktus sinus antara tulang dan kulit dapat menyalurkan materi purulen dan kadang serpihan tulang yang nekrotik. Peningkatan drainase, rasa sakit, atau laju endap darah (LED) menandai terjadinya eksaserbasi. Biasanya tidak timbul demam kecuali terjadi obstruksi traktus sinus yang menyebabkan infeksi jaringan lunak. Sedangkan pada osteomielitis vertebra, mikroorganisme mencapai korpus vertebra yang mendapat perfusi baik pada orang dewasa melalui arteri spina dan cepat menyebar dari end plate ke sela diskus vertebra dan kemudian ke korpus vertebra yang berdekatan.Lebih dari 95% osteomielitis hematogen disebabkan oleh organisme tunggal. Staphylococcus aureus menyebabkan 50% penyakit ini, sedangkan osteomielitis vertebra sebanyak 25% kasus disebabkan oleh Escherichia coli. Pada penggguna obat-obat intravena, banyak disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Serratia. Sedangkan osteomielitis pada epifisis tulang panjang banyak disebabkan oleh Salmonella spp. dan S. aureus. Dan yang paling jarang menyebabkan adalah mikobakteria, misalnya histoplasmosis diseminata, koksidiodomikosis, dan blastomikosis. (Maguire, 2007)
Jenis osteomielitis yang kedua adalah osteomielitis sekunder karena fokus infeksi yang berdekatan. Osteomielitis ini disebabkan oleh jejas tembus dan tindakan pembedahan serta perluasan langsung infeksi dari jaringan lunak yang berdekatan. Penyakit ini merupakan penyebab terbesar kasus osteomielitis dan paling sering terjadi pada orang dewasa. Rasa sakit, demam, dan tanda-tanda peradangan karena osteomielitis akut bisa karena trauma asli atau karena memang infeksi jaringan lunak. Infeksi yang samar menjadi jelas hanya beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian ketika traktus sinus berkembang, luka operasi terbuka, atau fraktur gagal menyembuh. Penyebab yang tersering adalah bakteri gram negatif dan anaerob. Lebih dari 50% kasus disebabkan oleh S. aureus dan sering bersifat polimikrobial pada osteomielitis jenis ini. Selain itu, osteomielitis jenis ini juga bisa disebabkan oleh P. aeruginosa dan Mycoplasma. (Maguire, 2007)
Diagnosis dibuat berdasarkan atas pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda peradangan, rasa nyeri tekan pada tulang yang terkena infeksi, demam, dan tanda-tanda lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah hitung leukosit (biasanya ditemukan leukositosis), pemeriksaan LED (hasilnya LED meningkat), foto radiografi polos, pemeriksaan mikrobiologi (meliputi identifikasi bakteri dan kultur bakteri), pemeriksaan histopatologik, dan yang lebih modern bisa dilakukan pemeriksaan pemindaian radionuklida dengan menggunakan teknetium atau galium atau indium yang dapat menentukan apakah infeksi aktif dan dapat membedakan infeksi dengan perubahan tulang bukan peradangan. (Maguire, 2007)
Penatalaksanaan yang paling awal adalah pemberian obat antimikroba (OAM). Jika memang keadaan klinis tampak bahwa penderita membutuhkan segera obat antimikroba tetapi belum dilakukan pemeriksaan mikrobiologik, sebaiknya diberikan OAM yang berspektrum luas. Nantinya, OAM yang dipilih harus bersifat bakterisidal untuk organisme yang diisolasi dari tulang atau darah pada pemeriksaan mikrobiologik dan biasanya diberikan secara intravena. Terapi empiris pada sebagian besar kasus meliputi obat yang aktif terhadap S. aureus seperti oksasilin, nafsilin, sefalosporin, atau vankomisin, dan jika organisme gram negatif mungkin terlibat, digunakan sefalosporin generasi ketiga, aminoglikosida, atau florokuinolon. Pada osteomielitis kronik, keberhasilan pengobatan adalah terutama tergantung pada pengambilan tulang yang nekrotik dan jaringan lunak yang tidak normal melalui pembedahan. Setalah dilakukan pemebedahan, akan diberikan OAM juga. Lama pengobatan OAM tergantung pada tindakan pembedahan yang dilakukan. Misalnya jika tulang yang terinfeksi diangkat seluruhnya tetapi masih ada infeksi yang tersisa dalam jaringa lunak, harus diberikan antibiotika selama 2 minggu. (Maguire, 2007)
D. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang paling umum pada orang dewasa, terutama pada usia tua. Osteoporosis berbeda dengan osteomalasia dan rakhitis karena penyakit ini lebih disebabkan oleh berkurangnya matriks organik daripada kelainan kalsifikasi tulang. Biasanya, pada osteoporosis aktivitas osteoblastik tulang kurang dari normal, dan akibatnya kecepatan penimbunan tulang menurun. Tetapi kadangkala, penyebab berkurangnya tulang ini karena aktivitas osteoklastik yang berlebihan. Sebagian besar penyebab osteoporosis adalah kurangnya stress fisik terhadap tulang karena keadaan tidak aktif, malnutrisi yang berlebihan sehingga tidak dapat dibentuk matriks protein yang cukup, kurangnya vitamin C yang diperlukan untuk sekresi bahan-bahan intrasel oleh seluruh sel termasuk osteoblas, kurangnya sekresi estrogen pada masa pasca menepouse karena estrogen menurunkan jumlah dan aktivitas osteoklas, usia tua ketika hormon-hormon pertumbuhan dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya sangat berkurang ditambah dengan kenyataan bahwa banyak fungsi anabolik protein juga memburuk sejalan dengan penambahan usia sehingga matriks tulang tidak dapat itimbun dengan baik, dan Sindroma Cushing karena glukokortikoid yang disekresikan pada penyakit ini jumlahnya banyak sekali sehingga menyebabkan berkurangnya penimbunan protein di seluruh tubuh dan meningkatnya katabolisme protein dan juga mempunyai efek khusus menekan aktivitas osteoblastik. Selain itu, banyak penyakit akibat defisiensi metabolisme protein dapat menyebabkan osteoporosis. (Guyton dan Hall, 2007)

3. DISKUSI DAN BAHASAN
Dalam pembahasan ini akan sedikit dibahas mengenai osteomielitis yang sering terjadi di klinik, yaotu osteomielitis piogenik dan osteomielitis tuberkulosa (oleh karena infeksi Mycobacterium tuberculosis).
Sebagian besar kasus osteomielitis purulenta akut disebabkan oleh bakteri. Organisme penyebab mencapai tulang melalui satu dari tiga rute, yaitu penyebaran hematogen, perluasan langsung dari suatu fokus infeksi di sendi atau jaringan lunak di sekitar, dan implantasi traumatik setelah fraktur compound atau tindakan bedah ortopedi. Pada sebagian besar pasien, osteomielitis disebabkan oleh penyebaran hematogen. Pada banyak kasus, infeksi terjadi pada orang yang sehat tanpa diketahui mengidap infeksi sebelumnya, sementara pada kasus yang lain diketahui sumber infeksi yang jelas. S. aureus adalah organisme penyebab tersering. Kecenderungannya menginfeksi tulang mungkin berkaitan dengan kenyataan bahwa kuman ini mengekspresikan beberapa reseptor untuk komponen matriks tulang yang mempermudah prlekatannya ke jaringan tulang. Patogen umum lainnya adalah pneumokokus dan batang gram-negatif. E. coli dan streptokokus grup-B adalah penyebab penting pada osteomielitis akut pada neonatus, sedangkan Salmonella sering ditemukan pada osteomielitis yang terjadi pada pasien dengan anemia sel sabit. Infeksi bakteri campuran, termasuk anaerob, berperan dalam banyak kasus osteomielitis yang terjadi akibat trauma tulang. Pada hampir 50% kasus osteomielitis piogenik, organisme penyabab tidak dapat ditemukan karena riwayat terapi OAM, pengambilan sampel yang kurang memadai, atau metode pembiakan yang kurang optimal.
Osteomielitis akut ditandai dengan infiltrasi peradangan neutrofilik yang hebat di tempat innasi bakteri. Letak infeksi bervariasi sesuai usia. Pada anak, yang biasanya terkena adalah metafisis tulang panjang., mungkin karena aliran darah di regio ini lamban sehingga bakteri dapat mengendap. Pada orang dewasa, osteomielitis hematogen biasanya mengenai korpus vertebra yang cukup vaskuler. Tulang yang terkena mengalami nekrosis dalam beberapa hari akibat penekanan di rongga sumsum tulang dan tingginya konsentrasi enzim mediator kain yang dikeluarkan sewaktu reaksi peradangan akut. Di tulang panjang, infeksi menyebar melalui tulang korteks dan dapat mencapai periosteum, kadang-kadang menyebabkan terbentuknya abses periosteum. Abses semcam ini sering ditemukan pada anak yang periosteumnya tidak terlalu melekat ke tulang korteks dibandingkan dewasa. Dari daerah subperiosteum, infeksi dapat menyebar ke dalam jaringan lunak di dekatnya dan menyebabkan pembentukan sinus drainase, atau membuat alur cukup panjang di permukaan tulang. Terlepasnya periosteum pada kasus seperti ini dapat menyebabkan gangguan aliran darah ke tulang, yang semakin memperparah nekrosis iskemik di tulang. Pada bayi, perlekatan periosteum yang longgar dan adanya hubungan antara pembuluh di metafisis dan epifisis memungkinkan infeksi menyebar ke epifisis dan kapsul sendi. Perluasan infeksi ke sendi lebih jarang terjadi pada orang dewasa karena periosteum melekat cukup erat ke tepi sendi.
Osteomielitis kronis terjadi sebagai sekule infeksi akut. Seiring dengan waktu, terjadi influks sel radang kronis ke dalam fokus osteomielitis yang mengawali reaksi pemulihan berupa pengaktifan osteoklas, proliferasi fibroblas, dan pembentukan tulang baru. Tulang nekrotik yang tersisa, yang disebut sekustrum, dapat direabsorbsi oleh aktivitas osteoklas. Sekustrum yang lebih besar akhirnya akan dikelilingi oleh suatu cincin tulang reaktif yang disebut involukrum. Jika suatu cincin tulang sklerotik mengelilingi sisa abses, lesi yang terbentuk ini kadang-kadang disebut abses Brodie. Organisme dapat bertahan hidup di daerah yang mengalami sekuestrasi selama bertahun-tahun setelah infeksi awal. Osteomielitis kronis dapat dipersulit oleh timbulnya sinus drainase yang membuka ke kulit di atasnya dan oleh fraktur patologik. Penyulit yang lebih jarang pada osteomielitis kronis adalah timbulnya karsinoma sel skuamosa di saluran sinus kronis dan, pada kasus yang jarang, sarkoma dan amiloidosis sekunder.
Pada tahap awalnya, osteomielitis piogenik menyebabkan manifestasi sistemik yang serupa dengan yang ditemukan pada infeksi akut lainnya, seperti demam, malaise, dan leukositosis. Gejala dan tana lokal peradangan tulang mungkin samar dan mudah terlewatkan, terutama pada bayi dan anak. Sebaliknya, pada orang dewasa dapat timbul nyeri lokal, pembengkakan, dan kemerahan tanpa keluhan sistemik. Meskipun pemeriksaan radiologis akut, kelainan tulamng mungkin tidak terlihat pada radiografi rutin selama lebih dari seminggu setelah onset manifestasi sistemik. Selama periode ini dapat terjadi destruksi tulang yang signifikan. Pemindaian radionuklida (misal, pemindaian gallium) bermanfaat untuk menetukan lokasi infeksi pada awal perjalanan penyakit osteomielitis. Pada infeksi tulang diperlukan terapi OAM yang kuat dan berkepanjangan dan pada banyak kasus pembersihan secara bedah. Pada sebagian kasus, tetap timbul osteomielitis kronis meskipun pasien mendapat terapi agresif tetapi hal ini lebih sering terjadi jika diagnosis osteomielitis terlambat atau jika pemberian OAM terlalu singkat. Penyulit osteomielitis adalah fraktur patologik, bakteremia, dan endokarditis. Komplikasi yang jauh lebih jarang adalah amiloidosis sistemik reaktif dan karsinoma sel skuamosa di dalam traktus sinus kronis.
Infeksi nikobakteri pada tulang telah lama manjadi masalah di negara berkembang dan dengan adanya tuberkulosis, hal ini juga menjadi penyakit penting di negara industri. Infeksi tulang menjadi penyulit pada sekitar 1% hingga 3% kasus tuberkulosis paru. Organisme biasanya mencapai tulang melalui aliran darah meskipun penyebaran langsung dari suatu fokus infeksi di dekatnya (misal dari kelenjar limfe mediastinum ke vertebra) juga dapat terjadi. Pada penyebaran hematogen, tempat yang sering terkena adalah tulang panjang dan vertebra. Lesi sering tunggal, tetapi mungkin juga multisentrik, terutama apda pasien dengan imunodefisiensi. Karena basil tuberkel memerlukan konsentrasi oksigen yang cukup tinggi, sinovium, yang tekanan oksigennya lebih tinggi, sering menjadi tempat awal infeksi. Infeksi menyebar ke epifisis di dekatnya, dan menyebabkan reaksi peradangan granulomatosa khas disertai nekrosis perkijuan dan destruksi tulang yang luas. Tuberkulosis di korpus vertebra, atau penyakit Pott, merupakan bentuk osteomielitis tuberkulosa yang paling penting. Infeksi di tempat ini menyebabkan deformitas dan kolapsnya vertebra, disertai defisit neurologik sekunder. Perluasan infeksi ke jaringan lunak di sekitarnya cukup sering pada tuberkulosis tulang belakang dan sering bermanifestasi sebagai “abses dingin” di otot psoas.

4. KESIMPULAN
¨ Hal yang aneh yang terjadi pada seorang laki-laki berusia 20 tahun yang datang ke rumah sakit adalah keluhan nyeri tungkai bawah kanan, pireksia, kemerahan, sinus di kulit yang hilang timbul.
¨ Hasil pemeriksaan fisik: didapatkan deformitas, scarr tissue dengan diameter 10 cm pada region anterior tibia kanan, sinus dengan discharge seropurulen melekat pada tulang di bawahnya, dan ekskoriasi kulit di sekitar sinus.
¨ Hasil plain foto: didapatkan penebalan periosteum, bone resorpsion, sklerosis di sekitar tulang, involukrum, sekuester, angulasi tibia dan fibula (varus).
¨ Tanda dan gejala umum osteomielitis, antara lain: penderita biasanya tampak sakit akut dengan demam tinggi, menggigil, sakit dan nyeri tekan setempat, serta leukositosis, eritema dan pembengkakan pada kulit.
¨ Terapi STK antara lain pemberian OAM (obat antimikroba) yang tepat dan bahkan pembedahan.
¨ Masalah osteomielitis sebagai penyakit yang sangat penting untuk diungkapkan karena masalah ini sering terjadi di tengah-tengah masyarakat kita akibat kesalahan penatalaksanaan saat mengalami kelainan pada tulang (misalnya pada open fracture), trauma, atau karena hal lainnya.

5. DAFTAR PUSTAKA
Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Muskuloskeletal. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 850-852.
Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H. Hartanto, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Maguire, J. H. 2007. Osteomielitis dan Infeksi Sendi Prostetik. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 2. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 627-629.
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tortora, G. J., N. P. Anagnostaskos. 2007. Principles of Anatomy and Physiology. Edisi 11. New York: Harper&Row, Publishers.

No comments: